Mengapa Terus Digugat....?

UN : "PANAS" 3 TAHUN TERHAPUS UJ(I)AN 4 HARI

Ujian Nasional (UN) tingkat SLTP saat ini masih berlangsung mulai Senin, 27 April 2009 hingga Kamis, 30 April 2009. Di tengah penyelenggaraan UN, sampai saat ini masih banyak kalangan masyarakat dan pemerhati pendidikan menggugat kebijaksanaan UN. Seperti yang dilakukan Education Forum di Jakarta dalam diskusi "Mendesak Mahkamah Agung Putuskan Gugatan Korban Ujian Nasional" (Kompas, 21 April 2009).

Selain boros, alasan yang disampaikan bahwa UN dinilai melanggar hak-hak perkembangan anak dan menghina intelegensi anak didik. UN juga telah merenggut kreativitas dan kebebasan anak didik. Para pakar dan kalangan masyarakat yang menolak UN, menuntut pemerintah untuk menghapus pelaksanaan UN dan mematuhi amanat UU Sisdiknas dengan mengambalikan hak menentukan kelulusan pada otoritas guru dan satuan pendidikan.

Sebagai praktisi di lapangan saya pribadi mengamini beberapa argumen yang selama ini disampaikan berbagai kalangan tersebut. Tetapi saya pribadi tidak menolak adanya kebijakan UN tersebut sebagai salah satu bentuk penilaian pendidikan.

Menurut saya UN sebagai salah satu bentuk penilaian dimaksudkan pemerintah sebagai alat evaluasi pendidikan secara nasional. Sebenarnya niat pemerintah baik karena sebagai salah satu pemetaan keberhasilan pendidikan secara nasional. Hanya pelaksanaan UN di lapangan banyak terjadi anomali Banyak terjadi pelanggaran prinsip-prinsip obyektivitas, sehingga terjadi ketidaksesuaian antara peraturan yang berlaku dengan pelaksanaannya.

Menurut Lampiran Permendiknas No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan poin G (5-6) dinyatakan:

Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan kelulusan peserta didik pada seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.

Hasil UN digunakan sebagai salah satu penentu kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan yang kriteria kelulusannya ditetapkan setiap tahun oleh Menteri berdasarkan rekomendasi BSNP.

Dalam Permen tersebut jelas, sebenarnya UN bukan satu-satunya penentu kelulusan dan bukan satu-satunya penentu seleksi untuk masuk ke jenjang berikutnya. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa UN sudah menjadi hakim untuk memvonis siswa lulus atau tidak lulus,. Juga banyak daerah menjadikan hasil UN sebagai satu-satunya penentu untuk masuk ke jenjang berikutnya, dan sudah menjadi kesalahkaprahan secara masal.

Kenyataan juga tidak bisa dipungkiri bahwa jarang (bahkan mungkin tidak ada) sekolah (Kepala Sekolah) yang berani untuk tidak meluluskan siswa kalau mata pelajaran UN lulus, tetapi mata pelajaran non UN lainnya tidak memenuhi syarat lulus. Demikian sebaliknya, tidak ada Kepala Sekolah berani meluluskan seorang siswa yang prestasi akademiknya baik, tetapi kebetulan nasibnya tidak baik sehingga mata pelajaran UN-nya tidak lulus. Kasus yang kedua ini, kadang yang membuat saya prihatin melihat murid-murid saya yang kesehariannya lumayan baik (dari akademik dan perilaku) tidak beruntung dibanding murid-murid lain yang malas dan perilakunya juga menyebalkan. Seolah-olah jerih payah mereka 3 tahun tidak berharga terhapus oleh UN yang 4 hari.

Pengalaman seorang rekan yang guru Bahasa Jawa, mungkin bisa dijadikan contoh. Rekan ini memberikan nilai akhir yang kurang dari ketuntasan minimal, kepada 2 orang siswa karena berbagai alasan: nilai akademik dan perilaku (tatakrama dan unggah ungguh) sehari-hari kurang baik, masuk sekolah juga ogah-ogahan, di beri pembelajaran remedial tidak mengikuti dan memang hasil ujian sekolahnya tidak memenuhi syarat untuk lulus.

Tapi apa mau dikata, beliau “didekati” Kepala Sekolah dan “dimohon” dengan hormat untuk “memperbaiki” nilai dengan memberikan berbagai tugas kepada siswa bersangkutan (Meskipun sebenarnya si siswa di beri tugas ya sama saja, tidak ada perubahan baik sikap maupun nilai akademiknya). Yang lebih parah lagi rekan saya tersebut mendapat cap sebagai guru “ANGEL” (sulit).

Itulah kondisi yang menurut saya membuat posisi guru menjadi dilematis, karena budaya “pembodohan” semacam ini sudah lazim terjadi. Hal ini yang menurut saya justru semakin membuat siswa “lembek” dan malas.

Pembodohan yang lain karena UN menjadi satu-satunya vonis penentu kelulusan, juga menimbulkan kecurangan yang dilakukan oleh berbagai pihak dengan berbagai alasan kemanusian maupun kepentingan pribadi.

Sering karena adanya kepentingan tertentu dari pihak penguasa daerah (Walikota/Bupati) untuk mengangkat “citra daerah” ada pejabat yang mengultimatum Kepala Sekolah untuk dipindah atau bahkan diberhentikan jika target kelulusan tidak tercapai. Seperti terjadi di Bekasi, Walikota akan mengevaluasi dan memindahkan kepala SMA negeri yang gagal mencapai target kelulusan 100 persen (Kompas, 23 April 2009). Tidak mustahil hal ini akan menimbulkan tindakan kepala sekolah untuk mengamankan posisinya, meski dengan cara-cara menyimpang dan melanggar hukum.

Alasan kemanusiaan juga dijadikan pembenaran tindakan yang menyimpang tersebut. Kasus yang sangat mengagetkan pada UN 2008 adalah sejumlah guru di SMA Negeri 2 Lubuk Pakam, Deli Serdang digrebeg Detasemen Khusus 88 Anti Teror Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Sumut) karena membetulkan sejumlah jawaban UN Bahasa Inggris siswa-siswanya. Alasannya, karena kasihan jika murid-muridnya yang miskin harus berhenti sekolah, karena gagal UN (Kompas, 26 April 2008). Ini yang membuat saya miris, karena guru disejajarkan dengan teroris…

Melihat banyaknya kontroversi yang muncul tentang pelaksanaan UN selama ini, memang seharusnya segera diadakan evaluasi pelaksanaan UN dan mengkaji dampak positif dan negatifnya. Barangkali alternatif usulan untuk membuat soal yang berbeda-beda menurut daerah memang bisa sedikit mereduksi penyimpangan yang terjadi, karena tidak adil jika murid dengan latar belakang berbeda, kualitas guru dan fasilitas berbeda harus menghadapi soal yang sama dengan siswa yang segalanya hebat.

Barangkali lebih baik kembali ke hakekat UN sesuai peraturan yang berlaku, bahwa UN hanya dijadikan pertimbangan, bukan satu-satunya penentu kelulusan. Atau usulan berbagai kalangan untuk mengembalikan penentuan kelulusan siswa kepada otoritas sekolah masing-masing. Yang terakhir inilah, saya sebagai guru malah skeptis tentang obyektivitas kelulusan jika ditentukan oleh sekolah . Apakah sekolah siap? Barangkali yang terjadi adalah pengulangan pola-pola lama di mana sekolah berlomba-lomba meluluskan siswanya 100 %, padahal kualitas outputnya layak dipertanyakan. Meski otoritas ada pada guru, kenyataannya banyak (kepala) sekolah yang memposisikan guru hanya sebagai “wayang”, sehingga kendali mutlak ditentukan sendiri oleh Sang Dhalang yaitu (kepala) sekolah plus intervensi dari Dinas Pendidikan setempat untuk mempertahankan “citra”. Nah… siapa guru yang mau terus jadi “wayang”…?

RItual Tanpa Makna: Kemajuan atau Kemunduran?

REFLEKSI PERJUANGAN R.A. KARTINI

Tulisan ini sebenarnya bahan posting tanggal 21 April 2009, tetapi karena mbak Inet beberapa hari ini lagi ogah-ogahan, ya terpaksa tulisan ini baru nongol, itupun dinihari. Semoga saja tidak mengurangi makna dan esensi dari refleksi Hari Kartini.

Mengenang sosok RA Kartini, rasanya kita para blogger khususnya perempuan harus berbangga hati dan bersyukur kepada beliau. Bagaimana tidak kita syukuri, mungkin tanpa perjuangan dan ide-ide beliau tidak mungkin saya bisa ngeblog seperti yang saya lakukan saat ini. Karena lewat perjuangan beliaulah kita para perempuan Indonesia bisa terbebas dari kungkungan adat yang menempatkan perempuan dalam bayang-bayang keterbelakangan dan kebodohan akibat keterbatasan akses pergaulan, pendidikan dan kesempatan. Sayangnya makna perjuangan Kartini yang begitu agung sekarang sering hanya menjadi peringatan melalui ritual-ritual tanpa makna.

Setiap tanggal 21 April di berbagai instansi pemerintah maupun swasta tidak lupa memperingati hari Kartini. Hampir di setiap sekolah menjelang Hari Kartini selalu heboh dengan berbagai kegiatan, mulai dari upacara yang semua petugas perempuan sampai mewajibkan peserta berbusana tradisional. Selain itu masih diikuti berbagai kegiatan lomba. Sayangnya kadang kegiatan-kegiatan tersebut justru jauh dari esensi perjuangan Kartini dan sering merepotkan. Kalaupun tidak merepotkan kadang berbagai kegiatan hanya mengungkap sisi domestik perempuan, bukan berkaitan dengan ide dan pemikiran cemerlang yang ditanamkan RA Kartini.

Di instansi pendidikan, misalnya di sekolah kadang murid-murid perempuan diwajibkan berkebaya, kemudaian lomba berpakaian Jawa dan justru merepotkan banyak orang. Sebagai wali kelas saya pernah dibuat repot memilih wakil kelas untuk berbagai lomba di sekolah mulai lomba berbusana Jawa sampai membuat tumpeng, karena mayoritas siswa tidak mau. Untuk Ibu-ibu Guru (Dharmawanita) pernah istri Kepala Sekolah juga membuat ide yang aneh-aneh dengan lomba yang merepotkan pula. Pernah pula saya berdebat dengan beliau karena mengadakan lomba memasang sanggul plus berkebaya Jawa komplit (Mau nyinden kali....) Menurut saya hal tersebut justru menyimpang dari esensi perjuangan RA Kartini, karena yang patut kita teladani bukan cara berbusananya saja tetapi ide dan pemikirannya yang cemerlang.

Beruntung peringatan hari Kartini tahun ini, karena mendekati Ujian Nasional SMP tidak diadakan lomba untuk siswa seperti tahun-tahun lalu. Tapi justru lomba untuk ibu-ibu Dharmawanita, meski masih berurusan dengan kegiatan domestik namun, tidak merepotkan seperti tahun-tahun sebelumnya. Yaitu lomba merias wajah tanpa cermin, memasukkan benang ke lubang jarum (lucu ya…), dan menghias kue tart. Gambar di postingan ini adalah karya saya dan teman-teman yang kebagian menghias kue tart. Meski nggak paham urusan kue, ketika ikutan lomba saya PD aja, tempel sana tempel sini. Akhirnya dapat juara I juga (Terbaik dari yang terburuk, he...he...)

Sebagai guru sebenarnya saya tidak sependapat dengan ritual-ritual tersebut dalam memahami makna perjuangan RA Kartini. Sudah semestinya kita kembali esensi perjuangan beliau. Kemajuan-kemajuan kaum perempuan Belanda telah membangkitkan rasa ’iri’ dalam diri Kartini seperti yang dituturkan sahabat-sahabat pena Kartini membangkitkan pemikiran-pemikiran brilian berkaitan dengan kebijaksanaan, kemanusiaan, dan kecintaaannya pada tanah air.

Kartini menuangkan pemikirannya dalam bentuk surat dan dikirimkan kepada sahabat-sahabatnya, RM Abendanon dan Estelle “Stella” Zeehandelaar. Pemikiran dan gagasan R. A. Kartini tak melulu hanya masalah emansipasi dan keluhan-keluhannya terhadap adat Jawa yang menghambat kemajuan perempuan pada waktu itu. tetapi juga perhatiannya terhadap masalah lain seperti agama, sosial, dan budaya.

Sayangnya pemikiran dan perjuangan RA Kartini saat ini mengalami bias. Dan yang lebih banyak ditonjolkan saat ini melulu persamaan hak dan kedudukan antara kaum wanita dan pria saja yang kadang justru berlebihan. Padahal perjuangan Kartini tempo dulu adalah pilihan Kartini yang memilih menulis untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya. Sementara kaum perempuan saat ini lebih banyak “berkoar-koar” atas nama emansipasi yang justru merusak esensi dari emansipasi yang diperjuangkan Kartini dulu.

Tulisan ini mungkin hanyalah refleksi diri saya sebagai perempuan, yang berusaha mengekspresikan apa yang menjadi pemikiran saya melalui sebuah tulisan. Dan sekaligus mengajak perempuan atau rekan blogger khususnya perempuan mari kita menulis apa saja yang kita pikirkan. Siapa tahu ide dan pemikiran kita yang sederhana dapat menginspirasi perempuan lainnya syukur-syukur bisa memajukan bangsa. Amiin.

Mereka Mampu Jika Diberi Kesempatan

SULITNYA MENUMBUHKAN KEBERANIAN BERTANYA

Waktu saya SD atau SMP dulu kalau ada murid yang banyak bertanya kepada guru, sering murid tersebut dicap anak cerewet atau usil. Mungkin juga sampai sekarang hal itu masih banyak terjadi . Karena masih banyak juga rekan-rekan guru yang memegang teguh paradigma JADUL itu dan tidak senang dengan murid yang banyak bertanya.

Tapi bagi saya, jika ada murid saya yang bertanya justru itu suatu kebanggaan yang patut saya apresiasi. Anak yang mau bertanya, sering saya puji. Tapi sayangnya selama 12 tahun menjadi guru, dari tahun ke tahun saya selalu menghadapi kendala yang sama. Mayoritas murid-murid saya susah sekali mengajukan pertanyaan, padahal saya tahu mereka tidak tahu. Murid saya (atau barangkali murid-murid di sekolah lain) susah sekali mengungkapkan ketidaktahuannya. Entah paham atau tidak ketika saya menerangkan atau mereka mempelajari materi tertentu. Yang jelas mereka diam, masa bodoh dan cuek. Hasil ulangan jelek juga kayaknya tidak menjadi beban, atau malah tak peduli, Ini yang kadang-kadang membuat saya gemes dan geregetan.

Saya sendiri bingung, berbagai macam jurus dicoba ternyata sulit sekali bertanya apalagi menanggapi (Mungkin murid-murid sekolah lain, hal ini adalah hal sepele) Entahlah apa sebabnya, atau barangkali mereka sudah terbiasa dengan kondisi pembelajaran sebelumnya, takut mereka dicap anak cerewet atau lainnya.

Berkat pengalaman saya melakukan Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM) akhir-akhir ini saya sering mengubah strategi mengajar dengan tidak menjelaskan materi secara konvensional. Meski dengan ini saya harus susah payah menyiapkan lembar kegiatan sendiri. Saya coba menerapkan model pembelajaran kooperatif tanpa tipe. Saya sebut tanpa tipe karena saya tidak mau terpaku pada aturan-aturan model pembelajaran kooperatif yang lagi trend saat ini seperti STAD, JIGSAW, TGT dan lain-lain. Bukan berarti ingin melanggar aturan, namun yang terpenting bagi saya saat ini adalah membangun keberanian mereka bertanya atau berpendapat, membangun motivasi dan kepedulian mereka dulu.

Saya tidak terlalu ketat menerapkan prosedur-prosedur pada model pembelajaran kooperatif, tapi yang penting siswa enjoy belajar menemukan konsep yang dipelajari. Secara tidak langsung mereka juga belajar bekerjasama, saling berbagi dan menghargai hasil kerja teman-temannya. Sehingga mereka tidak hanya mengisi otak kirinya saja tetapi otak kanan dan hatinya.

Di akhir kegiatan mereka saya beri kesempatan presentasi secara kelompok, dan mereka sendiri memilih siapa presenter dan moderatornya juga pembagian tugas mereka yang menanggapi pertanyaan. Saya tekankan juga, meski mereka bekerja secara kelompok, namun penilaian individual tetap penting. Saya tunjukkan juga indikator-indikator apa yang menjadi poin penilaian saya.

Dan saya syukuri, ternyata waktu presentasi kelompok mereka saling berebut bertanya atau menanggapi (Meskipun mayoritas mereka asal nyeletuk, tapi yang jelas mereka sudah ada usaha). Dan usaha itu yang patut saya apresiasi.Ternyata asal diberi kesempatan mereka juga mau ada sedikit usaha. Meski usaha tersebut hanya membuahkan sedikit hasil juga.Saya katakan sedikit hasil, karena saya tidak tahu pasti hasil tes akademiknya mungkin tidak memenuhi harapan (Kepala Sekolah), tetapi paling tidak murid-murid saya paham bahwa:

Tidak tahu itu sesuatu yang wajar dan bukanlah hal yang memalukan, sehingga untuk mencari solusinya ya bertanyalah,

Selain itu belajar bukanlah membiarkan murid dijajah oleh rezim otak kiri, tetapi belajar adalah ibarat melintasi segitiga emas: OTAK KIRI, OTAK KANAN DAN HATI, sehingga ketiganya harus saling bersinergi, tidak boleh saling mendominasi.

Dari Sahabat untuk Sahabat (2)

Award Lagi dari Pak Guru Kimia

Masih keberatan mboyong award dari Mas Willy, berikutnya saya menerima award lagi dari Pak M. Yuliawan (blog FATAMORGANA).Pak Guru Kimia ini mengestafetkan award 2 sekaligus, yang beliau peroleh dari dari JengSri yang nun jauh di Dublin Irlandia. Karena jauh di negeri orang Jeng Sri ini sampai-sampai ngidam kangkung.

Dan saatnya mengerjakan PR….

ALASAN SAYA NGEBLOG

Seperti alasan saya sebelumnya bahwa ngblog adalah paksaan dari Dosen untuk posting komentar/refleksi dari tulisan-tulisan beliau. Lama kelamaan ternyata ngeblog bisa mengobati saya dari kejenuhan akibat rutinitas pekerjaan, jenuh akibat murid-murid saya kurang bersemangat ketika saya bimbing, jenuh karena lingkungan kerja yang statis. Dengan ngeblog saya tidak sengaja bertemu dengan komunitas baru yang sangat fair, karena tidak mempunyai kepentingan apapun selain menjalin persahabatan. Ngeblog membuka jalinan persahabatan yang tanpa pamrih meski kita hanya bersua di dunia maya…namun kalau ndak ketemu sehari saja kok rasanya kangen sekali....

Ngeblog juga yang membantu saya untuk selalu menjadi manusia pembelajar, menghargai ide dan pendapat orang lain, dan respek terhadap diri sendiri… Karena sebelum ngeblog saya selalu berpikir ideal, darpada nulis asal-asalan lebih baik tidak sama sekali. Hingga dampaknya sejak saya jadi guru (1997) sampai 2005 saya memang tidak merasa melakukan dan menghasilkan apapun. Padahal banyak peristiwa yang saya alami biisa menjadi inspirasi saya… Baru tahun 2005 saya berusaha bangun dari "ketidaksadaran" dan saya belajar menulis. Dan Alhamdulillah saya menghasilkan sesuatu. Sayang karena lingkungan kerja yang kurang mendukung motivasi saya timbul tenggelam. Beruntung sedikit-sedikit penyakit saya sudah berangsur-angsur saya kikis… Sekarang dengan ngeblog saya merasa menghargai sekecil apapun yang telah saya lakukan.

Ngeblog saat ini juga mengurangi hobi saya beli buku (meski kadang tidak sempat saya baca semua, he...he..) Dan ini yang dari dulu sudah membebani saya (maklumlah guru). Dulu saya sering ngiler kalau ada buku-buku bagus.Bahkan pingin baca bukunya Steven Covey (Eight Habbits) sampai ketunda-tunda karena menurut ukuran saya buku itu harganya mahal.

O ya meski saya guru matematika saya tidak membatasi diri menekuni pelajaran yang masih dianggap momok itu. Saya juga seneng membaca buku-buku aneka manajemen (Nih bagiannya mas E-je) maupun psikologi, pengembangan diri… dan bahkan novel/sastra. Termasuk juga mengkoleksi semua novelnya Tetralogi Laskar Pelangi…Karena saya berpikir matematika itu bersifat universal tidak harus selalu identik dengan hitungan, rumus-rumus dan angka-angka … Ini yang ingin saya ajarkan pada murid-murid saya.

Sekarang dengan ngeblog justru saya tidak sengaja mendapat pengetahuan-pengetahuan gratis dan e-book yang saya peroleh secara tidak terduga dari postingan atau koleksi para para bloggermates. Salah satu bloggermates yang menjadi narasumber saya adalah Pak M. Andy Rudhito yang dengan suka rela memberi beberapa e-book koleksi beliau. Beliau juga mau bersusah payah mencarikan sumber/referensi jika saya sambati sewaktu-waktu Dan tentu saja tidak kalah penting sumber-sumber lain postingan rekan-rekan bloggermates.

Oleh karena itu tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap bloggermates yang berjasa membimbing dan membantu saya, sebagai jalinan persaudaraan dan motivator award ini saya persembahkan untuk:

  1. Pak Tri Mulyono Edi Saputro, rekan saya di program Sertifikasi yang sangat ringan tangan dan baik hati (Please come back to blog...)
  2. Wisnu, "murid baru" saya yang kemarin belum kebagian award... (Maafkan bu Guru ya... habis kemarin ndak ikut ulangan sih...)
  3. Krisna, adikku si imut satu almamater di kota Reyog... semoga tambah rajin belajar.
  4. Mas Sumadi, sahabat baru saya... Terus berkarya.. (Maaf ya, sudah kunbal nulis coment berkali-kali ndak bisa masuk... Mohon dimalkumi masih gaptek).

Dari Sahabat untuk Sahabat (1)

Award Lagi dari Coretan Cah nDeso

Meski saya masih terlalu berat menggendong award, kemarin mas Willy malah ngirimi setumpuk award sekaligus empat. Ini yang kedua dari beliau. Padahal kiriman yang kemarin saja saya bingung mengestafetkan karena saya berpikir semua pengunjung blog ini maupun yang saya kunjungi menginspirasi saya. Saya merasa semua rekan-rekan blogger yang setia menemani saya di rumah yang sederhana ini layak mendapat award karena suportnya kepada saya terutama yang sudah rela meninggalkan jejak sehingga saya dapat melakukan kunbal ke blog rekan-rekan…

Oleh karena itu dengan senang hati ketiga award yang saya genggam kemarin saya persembahkan untuk para tamu di blog ini. Jika pajangan di rumahnya belum penuh dan koleksinya belum lengkap siapa saja yang setia menemani saya boleh memboyong award tersebut.

Giliran award yang saya terima ini sebenarnya ingin juga saya persembahkan untuk semua bloggermates saya. Meski saya sudah berumur, tapi blog guru yang sangat sederhana dan jadul ini mendapat apresiasi berupa kunjungan dan komentar dari bloggermates yang tidak saya sangka sebelumnya. Awalnya saya cukup rendah diri membuka pintu rumah ini, tapi dengan apresiasi dan dukungan dari para bloggermate yang notabene masih muda-muda umurnya jauh di bawah saya justru rajin menyemangati saya. Terimakasih buat semuanya…

Sesuai amanah dari empunya award adalah:

Mohon penerima award , untuk bisa melaksanakan "tugas-tugas" sebagai berikut:

1. Letakkan logo di blog kamu

2. Berikan kembali, kepada 10 blog yang kamu anggap paling inspiratif dan sangat friendly

3. Pastikan untuk selalu menghubungkan penghargaan ini dengan blog yang kamu anggap paling memberikan inspirasi dan friendly dari tempat kamu

4. Agar mereka dapat mengetahui, bahwa mereka telah mendapatkan anugerah ini dengan cara memberikan comment ke blog mereka

5. Berbagi cinta dan sayang untuk penghargaan ini, dari siapa kamu mendapatkan anugerah ini


Oleh karena itu sesuai amanat dari yang menimpuk award ini kepada saya, saya akan dedikasikan untuk para bloggermates saya semoga berkenan menerima dengan senang hati. Syukur-syukur berkenan memboyong dan memajang di ruang tamu rumahnya… Bagi yang tidak berkenan tidak ada paksaan dari siapapun, karena ini hanya sebagai tanda persahabatan buat rekan-rekan yang telah peduli pada saya.

Sebenarnya ingin saya bagikan satu per satu pada bloggermate yang telah mengetuk pintu rumah saya, tapi sayang mungkin hanya 10 blogger yang diamanatkan. Dan yang tidak tercantum di sini bukan berarti saya mengabaikan rekan-rekan semua. Berikut award ini saya dedikasikan untuk adik-adik saya, dari mereka ini saya ibarat kebo nusu gudel:

  1. Evan Jaelani, si calon Doktor yang banyak sumber informasi,
  2. Wandi, Adikku si guru Matematika yang kocak
  3. Fauzy, si imut yang rajin berbagi
  4. Anto, si blogger keren juga baik hati
  5. Iwan (Katobengke), si murah hati yang banyak ngasih solusi kesehatan
  6. Yoyok, adik satu almamater yang pinter

Juga untuk rekan-rekan saya di Program Sertifikasi Guru UNY yang blognya masih sering disambangi, semoga ini menjadi motivator untuk terus berkarya:
  1. Bu Euis Kurniawati, yang tabah menghadapi sakitnya semoga segera diberi kesembuhan
  2. Pak Iwan Sumantri, semoga rajin mengupdate blognya
  3. Pak Ahmad Agus, sang fotografer kampus yang rajin njepret teman-temannya
  4. Pak Agus Supranto, semoga terus berkarya

Untuk PR atau aturannya kalau sempat boleh dikerjakan, kalau tidak jangan dipaksakan (Ini hanya menyampaikan amanah si empunya award ini). Yang jelas jangan sampai gara-gara ngerjakan PR/tugas ini harus melupakan kewajiban utama rekan-rekan untuk belajar dan berkarya yang utama. Sekali lagi ini tanda kasih sayang dan persahabatan dari seorang guru yang ingin selalu belajar dari siapa saja tanpa diskriminasi umur, ras, agama, gender, de el el…

Award dari Sahabat

TERIMAKASIH BUAT

WONG BINGUNGAN DAN CORETAN CAH nDESO

I Luv Your BlogUber Amazing Blog Award

Meski sudah sejak 2000 saya hobi ngenet namun jadi blogger baru sekitar 4 bulan. Awalnya juga merupakan “paksaan” dari Dosen, yang mewajibkan mahasiswanya mengomentari tulisan dalam blog-blog beliau. yang tidak banyak berhubungan dengan Perencanaan Pembelajaran tapi lebih ke inspirasi dan filsafat.

Meski tugas sudah berakhir ternyata ngeblog punya keasyikan tersendiri bagi saya. Banyak hal positif tidak sengaja saya peroleh, antara lain sebagai terapi kala saya mengalami kejenuhan rutinitas, dan juga memaksa saya untuk selalu belajar menulis (meski tulisan saya ala kadarnya).

Seiring berjalannya waktu ternyata jaringan komunitas blogger semakin luas. Awalnya saya berpikir saya hanya akan berkomunikasi sesama teman Sertifikasi (yang sekarang blognya banyak yang tak terawat), namun ternyata blog sederhana saya mendapat kunjungan dari blogger-blogger yang sudah malang melintang di dunia maya.

Tak menyangka sebagai blogger pemula saya juga mendapat Award. yang pertama (27 Maret 2009) dari Wong Bingungan (adik kelas yang setelah 13 tahun ketemu di dunia maya ini). Entahlah ini karena pekewuh sama mbakyu-ne atau memang caranya memotivasi mbakyune agar rajin ngeblog. Meski sering ngeluh katanya mau ngomeng sering susah dan merayu-rayu agar saya pindah rumah. Tapi sayiag keiinginannya untuk ngajak boyongan belum kesampaian, karena saya masih sayang ninggalin rumah ini dan takut ada yang tercecer (Padahal sejatinya saya ketularan bingung, he...he). Yang jelas terimakasih banyak buat Wong Bingungan. (Sori ya dik, nek ngomeng susah……… nginguk wae, ra ngomeng yo ra popo).

Award kedua saya terima dari rekan baru saya mas Willy yang rajin berkunjung ke rumah dan memberi masukan-masukan pada saya…. Ndak nyangka blog saya di kategori edublog dan dianggap layak menerima awardnya dua sekaligus (Wah jadi tersanjung.. sekaligus malu nih…).

Awalnya saya berpikir ngeblog hanyalah aktivitas sampingan untuk menghindari kejenuhan (biar tidak mati gaya…). Dan saya berpikir award hanya layak diterima oleh blogger-blogger senior dan ahli (seperti award-award pada umumnya)… Ternyata award ternyata mampu menjadi sarana memotivasi sesama blogger. Dengan penghargaan dan apresiasi dari teman-teman yang sudah mampir insyaalllah memotivasi saya untuk ingin selalu ngeblog, meski isinya alakadarnya...

Untuk sementara saya masih bingung awardnya mau saya berikan ke mana ya…?

Lomba Guru 2009 (2)

LOMBA KEBERHASILAN GURU DALAM PEMBELAJARAN

Tingkat Nasional Tahun 2009


Departemen Pendidikan Nasional


Tema:

Melalui Lomba Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran Kita Tingkatkan Profesionalitas Guru sebagai Agen Pembelajaran yang Kreatif dan Inovatif”.


Informasi dan keterangan secara lengkap silahkan

klik di sini.

Atau download info file versi pdf berikut:

Download

Lomba Guru 2009 (1)

LOMBA KREATIVITAS ILMIAH GURU (LKIG) KE-17

TAHUN 2009

Kerjasama LIPI -PT AJB Bumiputera 1912

Sumber: www.lipi.go.id

Senin 16 Maret 2009

”KREATIVITAS ILMIAH GURU UNTUK MENINGKATKAN

KUALITAS DAN KEMANDIRIAN SISWA”


TINGKAT DAN BIDANG LOMBA
:

PESERTA:

Guru SD: umum (salah satu pelajaran)
Guru SMP/sederajat dan SMA/sederajat : 2 Bidang
(Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan dan Bidang Matematika ,Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi)

HADIAH:

Uang pembinaan, Piala, Piagam Penghargaan dan Polis Asuransi Bumiputera
Hadiah I : Rp 8.000.000,- (Delapan Juta Rupiah)
Hadiah II : Rp 7.000.000,- (Tujuh Juta Rupiah)
Hadiah III : Rp 5.000.000,- (
Lima Juta Rupiah)

PERSYARATAN:

  1. Sistematika : Abstrak, Pendahuluan, Metodologi, Isi/Pembahasan, Kesimpulan dan Daftar Pusaka
  2. Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, diketik HVS A4, berjarak 1 ½ spasi dengan jenis huruf Arial ukuran 11.
  3. Karya ilmiah harus asli (bukan jiplakan/plagiat) dan belum/sedang diikutsertakan dalam lomba sejenis tingkat nasional.
  4. Karya ilmiah paling banyak 25 halaman (termasuk sketsa/gambar/foto)
  5. Melampirkan rekomendasi Kepala Sekolah dan Riwayat Hidup serta mencantumkan alamat dan nomor telepon/fax kantor/rumah/HP yang mudah dihubungi.
  6. Karya ilmiah sebanyak 4 eksemplar (1 asli, 3 fotocopy) diterima panitia paling lambat tanggal 19 Juni 2009
  7. Pada pojok kiri atas sampul ditulis tingkat dan bidang lomba yang diikuti
  8. Karya ilmiah dan alat peraga yang diperlombakan menjadi milik panitia
  9. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat

TEMPAT
Jakarta

WAKTU PENYELENGGARAAN
12 Juli 2009 : Registrasi Peserta
13 Juli 2009 : Presentasi
14 Juli 2009 : Field Trip & Malam Penganugerahan Pemenang
15 Juli 2009 : Kepulangan Peserta

Panitia LKIG Ke-17 Tahun 2009
Biro Kerjasama dan Pemasyarakatan IPTEK LIPI
Sasana Widya Sarwono Lt.V
Jl. Jend. Gatot Subroto 10
Jakarta Selatan 12710
Telepon 021-52920839/021-5225711 Psw. 273, 274, dan 276
Fax. 021-52920839/021-5251834
www.lipi.go.id