Berbagi Pengalaman

GO (ES TO) BLOG: MENJADI GURU PEMBELAJAR

Kegagalan Seribu Kali
akan Terbayarkan Oleh Sekali Keberhasilan
(Mario Teguh)

Satu hal yang sangat saya syukuri dari keikutsertaan saya kuliah Pendidikan Sertifikasi Guru di Prodi Matematika UNY adalah saya ketemu Dr Marsigit yang selalu “inovatif” dalam setiap perkuliahannya. Setiap awal pertemuan saya (juga teman-teman yang lain) selalu “senam jantung” menunggu “inovasi-inovasi baru” dari beliau. Awalnya, sebelum ketemu beliau saya berpikir mata kuliah yang saya ikuti adalah bagaiman menyusun RPP, dan saya sudah menyimpan berbagai macam pertanyaan untuk nanti saya tanyakan dalam perkuliahan. Tapi ketika saatnya kuliah, banyak hal yang beliau sampaikan, tidak sekedar RPP tapi juga beberapa “pencerahan” sebagai guru. Awalnya saya sulit (- tidak berani -) menyampaikan pertanyaan karena takut kalau-kalu pertanyaan saya nantinya “terlalu instan” dan menjadi sesuatu yang sangat “mengkhawatirkan” (istilah Pak Marsigit yang sangat popular di lingkungan teman-teman Program Sertifikasi).

Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu “inovasi-inovasi” yang beliau sampaikan membuat saya terbiasa dan enjoy, mengikuti perkuliahan beliau. Apalagi ketika beliau memperkenalkan blognya hingga “memaksa” saya dan teman-teman harus “go blog”. . Saya yakin dengan sedikit “paksaan” dari beliau membuat guru harus belajar bagaimana caranya “nge-net dan nge-blog” karena ternyata banyak teman-teman yang belum kenal internet sama sekali (bukan nyindir lho …).

Saya sendiri meski awalnya berat, karena harus bolak-balik ke warnet karena tidak punya akses internet di rumah (maklum di kampung). Akhirnya saya memutuskan memakai USB internet dengan pulsa pasca bayar. Kalau dipikir-pikir dengan mungkin lebih mahal disbanding akses ke warnet, tapi ketika kita bandingkan dengan kenyamanan yang kita dapat, akses di rumah rasanya lebih enjoy. Beruntung ada komitmen saya dengan suami untuk ikhlas menyisihkan dana “belajar dan mencari ilmu” (termasuk nge-net dan membeli buku).

Meskipun saya kenal internet sudah lama, namun selama ini saya hanya senang browsing, hanya ngumpulin artikel hingga jadi “kolektor” (sampai saya sendiri pusing ketika mencarinya). Berkat program “go blog” Pak Marsigit akhirnya saya bisa punya blog sendiri meski masih kacau. Maklum namanya belajar ngeblog, saya hanya trial and error (lebih sering errornya …). Kadang-kadang sampai uring-uringan sendiri karena hanya posting komentar saja tidak masuk-masuk. Belum lagi kalau aksesnya lemot. Apalagi untuk menghasilkan tulisan. Kadang-kadang sudah punya ide, begitu menghidupkan komputer jadi melayang. Tapi kesulitan-kesulitan yang ada rasanya terbayarkan ketika saya bisa menghasilkan sebuah karya (meski cuma pengalaman sederhana seperti ini). Dan kadang rasanya ada yang kurang kalau sehari saja tidak nge-blog, walau kadang-kadang cuma buka blognya teman sertifikasi (yang masih banyak kosong, he .. he..).
Berkat blog yang baru 3 minggu online, rasanya banyak manfaat yang saya dapat, antara lain:
  1. Kesempatan untuk menyampaikan tanggapan saya terutama hal-hal yang saya pikirkan dan tidak berani saya sampaikan ketika perkuliahan Perencanaan Pembelajaran.
  2. Mengasah kemampuan menulis terutama ide-ide dan pengalaman saya. Meski kadang sering berhenti di tengah jalan. Tapi saya berprinsip asal ada “kenekatan” pasti ada jalan. Yang penting kita mau berusaha dan terus belajar. Kita harus membuang jauh-jauh kata “putus asa” dalam kamus kita.
  3. Blog juga membuka pikiran dan mata hati saya untuk menghargai karya orang lain (sekecil apapun). Karena dari ide-ide yang kecil dan sederhana justru bisa sering menginspirasi saya menghasilkan ide yang lain (meski belum sempat saya tulis)
  4. Dengan blog juga kita mungkin akan mendapat banyak pengetahuan untuk meningkatkan profesionalisme kita. Apalagi jika kita sering berkunjung ke blog komunitas yang sama dengan profesi kita sebagai guru. Hal ini akan banyak membantu kita ketika kita melaksanakan pembelajaran di kelas.
  5. Dengan blog juga kita bisa menjalin persahabatan dan berbagi pengalaman sesama bloger. Sebagai contoh dengan blog saya yang baru beberapa minggu online, sudah mendapat kunjungan dari rekan mahasiswa S2 Matematika UNY, yaitu JB. Darmayasa (jerobudy.blogspot.com). Sungguh ini sesuatu yang sangat saya syukuri karena saya bisa mendapat jaringan ilmu di luar komunitas saya selama ini. Mungkin ini juga bisa disusul dan dimanfaatkan oleh rekan-rekan guru peserta Pendidikan Sertifikasi lainnya.
Demikian pembaca, sekali lagi sedikit pengalaman saya yang bisa saya ungkap di sini. Saya tunggu ide dan pengalaman rekan-rekan lainnya. Jadilah guru yang pembelajar! Please… Go Blog!.

Berbagi Pengalaman

Berdayakan diri …. Sebelum Tak Berdaya:

Belajar dari Hobi Nge-Net


Jika anda ingin meningkatkan derajat hidup anda,

maka tingkatkanlah derajat pikiran anda

(Mario Teguh)


Pertama kali dikenalkan internet oleh suami (akhir tahun 2000), awalnya saya ogah-ogahan dan selalu berpikir negatif. Ketika ikut suami nge-net (istilah saya untuk browsing), saya cuma “manyun” dan “bete”di sampingnya. Tapi ketika saya mencoba, akhirnya saya tertarik (dan susah lepas sampai sekarang). Saat menunggu mengajar ada jeda waktu saya selalu menyempatkan diri ke warnet tidak jauh dari sekolah saya. Atau libur pun kadang-kadang saya ikut ke warnet bareng anak dan suami. Banyak rekan-rekan guru sering bertanya “apa yang kau cari” di warnet. Tapi ibarat anak dapat mainan baru saya makin asyik dengan dunia nge-net (apalagi sekarang “wajib ngeblog” dengan Pak Marsigit). Saya download apa saja mulai topik-topik pendidikan, psikologi, kesehatan, manajemen dan beberapa artikel lainnya. Artikel-artikel tersebut saya edit di rumah dengan font lebih kecil (biar ngirit nge-printnya). Saking asyiknya nge-net, saya sampai kewalahan (- biaya -) karena satu minggu hampir tiap hari ke warnet selama 2 - 3 jam (waktu itu 1 jam Rp 6.000,00). Untuk ukuran guru seperti saya, tentu sangat mengganggu anggaran rumah tangga. Belum lagi menghabiskan kertas dan tinta untuk nge-print. Sampai saya mendapat julukan baru dari suami “petugas administrasi perpustakaan”, karena hobi ngumpulan artikel yang kadang tidak berhubungan dengan profesi saya sebagai guru.

Sering saya hampir putus asa “untuk apa saya ngumpulin semua ini”. Apalagi yang saya dapat mulanya hanya sedikit yang bisa saya terapkan dalam pembelajaran saya di kelas. Maklumlah, murid-murid saya, selain dari ekonomi lemah (sama sekali belum kenal komputer, apalagi internet) mereka juga susah sekali dijak mikir. Ketika saya “iming-imingi” trik-trik belajar matematika yang menarik dari internet yang saya dapat mereka juga apatis sekali. Tapi seiirng berjalannya waktu, tidak mengurangi “ketagihan” saya nge-net. Saya kuatkan pikiran bahwa “apa yang saya lakukan suatu saat akan sangat bermanfaat untuk saya”.

Alhamdulillah Allah SWT akhirnya menghargai jerih payah saya. Ketika tahun 2005, saya “dipaksa” mewakili sekolah mengikuti seleksi Guru Berprestasi Tk Kota Surakarta (guru keberatan karena wajib menulis karya ilmiah). Saya yang paling muda waktu itu dengan terpaksa “harus mau ”. Meski hanya persiapan satu minggu, dengan tanpa beban akhirnya berangkat. Berkat hobi nge-net saya punya banyak bahan untuk menulis karya ilmiah, kebetulan waktu itu saya mengangkat tema e-learning dalam pembelajaran Matematika yang belum banyak diterapkan rekan-rekan saya di Solo. Meskipun dokumen penunjang lainnya minim, berkat dukungan karya ilmiah, saya mendapat peringkat I, dan mendapat hadiah 16,5 juta rupiah untuk subsidi kuliah S2 (Tk kota tapi hadiahnya setara nasional).

Pengalaman kedua dari hobi nge-net, adalah ketika pertengahan tahun 2007. Di saat rasa putus asa, karena murid-murid saya susah sekali diajak mikir (malas belajar). Saya merenung, mungkin ada yang salah dalam cara mengajar saya. Sampai-sampai saya bingung apa yang harus saya lakukan. Kebetulan di salah satu mal sedang ada pameran buku, saya datang untuk mencari buku barangkali ada buku yang bisa menjawab kebingungan saya. Ketika buku yang saya cari tidak saya temukan, suami saya mengusulkan untuk membeli buku ESQ-nya Ary Ginanjar Agustian. Mungkin saya bisa mendapat “pencerahan” dari buku tersebut. Ternyata selain “pencerahan’ pikiran, saya juga mendapat ide tentang keistimewaan bilangan 19 dalam Al Qur’an (Ary Ginanjar Agustian, 2005: 192). Saya berusaha mencari sumber-sumber penunjang lainnya di internet, kemudian saya sampaikan kepada murid-murid saya di kelas untuk membuka wawasan bahwa matematika selalu berhubungan dengan kebesaran-kebesaran Allah dan ciptaan-ciptaanya. Pengalaman tersebut saya tuliskan dalam bentuk karya ilmiah dan saya kirimkan ke Lomba Integrasi Imtaq –Iptek Tk Nasional 2007. Alhamdulillah tulisan saya ‘dihargai’ meski hanya Juara Harapan I (dari 1492 karya ilmiah). Selain penghargaan berupa finansial, ternyata sertifikat yang saya peroleh tersebut dapat saya gunakan sebagai “tiket” tambahan untuk mendaftar Program Sertifikasi Guru Jalur Pendidikan yang saat ini sedang saya ikuti.

Pengalaman ketiga adalah di sela-sela kesibukan kuliah sertifikasi saya menyempatkan diri untuk “uji nyali” di lomba lain. Dari hobi nge-net juga saya mendapat ide untuk menerapkan pembelajaran dengan mengintegrasikan seni dalam pembelajaran matematika (pecahan). Ide awalnya saya dapat dari membaca artikel di Jurnal NCTM (www.nctm.org) yang berjudul Mathematics, Art, Research, Collaboration, and Storytelling dan Using Art To Teach Fractions. Meskipun kemampuan memahami bahasa inggris saya minim, dengan memadukan pengalaman ketika mengamati anak saya menggambar/mewarnai saya berusaha menerapkannya dalam pembelajaran. Murid-murid saya senang dan antusias, karena mereka bebas mengkonstruksi pengalamannya, tidak dengan logika saja tetapi juga motorik dan intuisi. Pengalaman tersebut saya tulis dalam bentuk laporan PTK. Alhamdulillah saya sudah menikmati “hasilnya”. Di tingkat propinsi mendapat Juara III dan di tingkat nasional (dengan implementasi yang berbeda) masuk 120 finalis (dari 1483 naskah) LKG Tk Nas 2008. Meskipun belum juara tapi banyak pengalaman yang saya peroleh, karena saya bertemu “guru-guru hebat” (finalis LKG, guru berdedikasi, dan guru berprestasi) dari seluruh Indonesia termasuk Bu Muslimah (gurunya Laskar Pelangi).

Beberapa hal tersebut adalah sedikit pengalaman saya dari hobi nge-net. Intinya: “Jika kita tidak pelit (pinjam istilah Pak Marsigit) untuk investasi (ilmu yang bermanfaat), Allah pasti akan menghargai setiap usaha yang kita lakukan”. Semoga apa yang saya alami bisa menginspirasi pembaca khususnya Bapak/Ibu Guru dan calon guru yang lain untuk selalu memberdayakan dirinya. Mungkin pembaca lain punya pengalaman (prestasi) yang lebih bagus. Saya tunggu postingnya untuk berbagi. Terima kasih.

Refleksi

MENJADI GURU TRANSFORMASIONAL:
DIUBAH ATAU BERUBAH

Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah Anda Jalani, Putar Arah Sekarang Juga.

(Manajemen Perubahan dalam buku Change karya Renald Kasali, Ph.D).

Melihat kutipan di atas, mungkin rekan-rekan pembaca dan pengunjung blog ini akan berpikir: Apa yang perlu diubah dari seorang guru (matematika)? Uraian berikut, semoga membuka hati pembaca, khususnya Bapak/Ibu Guru untuk merenunginya.

Banyak di kalangan guru saat ini sudah sangat menikmati posisinya masing-masing pada
comfort zone. Zona kenyamanan: kenaikan pangkat yang mudah, gaji rutin, waktu mengajar yang relatif ringan, bebas audit kinerja yang rumit dan zona kenyamanan lain yang saat ini banyak diirikan orang (profesi) lain. Geliat guru dari ”tidur panjang” baru nampak ketika pemerintah mulai mengimplementasikan UU Guru dan Dosen tentang Sertifikasi, dengan harapan dapat meningkatkan profesionalisme guru. Ya ”SERTIFIKASI” dan ”PROFESIONALISME GURU”.

Dua topik tersebut yang sekarang menjadi bahan perbincangan di manapun berada baik oleh guru maupun bukan guru. Tetapi saya melihat nampaknya kata ”SERTIFIKASI” ini sekarang tak ubahnya ”pundi-pundi emas” yang selalu diimpi-impikan hampir seluruh guru di Indonesia. Saya katakan ”hampir” tidak ”semua”, karena masih ada sebagian kecil guru (termasuk saya) yang ”skeptis” terhadap harapan yang mengikutinya yaitu ”PROFESIONALISME GURU”.

Harapan dan tujuan pemerintah melakukan serifikasi untuk menjadikan guru yang ”profesional, bermartabat, sejahtera dan terlindungi’ adalah tujuan yang sangat mulia dan merupakan ’’angin surga” bagi guru. Sayangnya dalam mencapai tujuan tersebut kadang tidak diimbangi guru dengan upaya-upaya yang ’profesional dan elegan’ untuk mendapatkan predikat guru yang profesional. Banyak kecurangan yang terjadi di lapangan dilakukan oleh guru asal segera mendapatkan predikat ”LOLOS SERTIFIKASI” (seperti yang pernah saya posting dalam blog Dr. Marsigit).

Sebagai guru, kadang terusik nurani saya, melihat betapa banyaknya guru di sekitar kita yang meskipun telah lolos sertifikasi tapi
mindset-nya kayak lagunya Dian Pisesha yang sering saya nyanyikan waktu saya SD dulu alias ”AKU MASIH SEPERTI YANG DULU”. Banyak guru hanya memikirkan makna sejahtera (uang/tambahan penghasilan) bagi diri sendiri, yang penting dapat tunjangan tanpa berusaha mengimbanginya dengan usaha-usaha untuk mentransformasi dirinya ke arah profesional. Secara sepihak saya juga tidak menyalahkan guru tersebut, ataukah sistem yang selama ini sangat ”memanjakan” guru dan model sertifikasi (Portofolio) yang salah sehingga tidak membuat guru ”bangun” dari ”comfort zone”, tetapi hanya ”menggeliat” dan ”tidur lagi”. Rasanya semuanya tergantung penilaian diri masing-masing dan kembali pada nurani kita sebagai guru.

Lewat kutipan saya dari bukunya Rhenald Kasali di atas, saya berharap dan mengajak kepada pengunjung blog ini dan khususnya rekan-rekan guru Peserta Sertifikasi Jalur Pendidikan Matematika UNY 2008, marilah jangan kita sia-siakan kesempatan yang kita dapatkan ini dan senantiasa kita perlu ”mengupgrade diri”, sehingga kita selalu adaptif terhadap perubahan. Seperti kutipan Charles Darwin (Rhenald Kasali, 2006: 17) bahwa ”bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang melainkan yang paling adaptif”, yaitu mereka yang selalu menyesuikan diri terhadap perubahan. Meskipun konteks kalimat tersebut dalam perusahaan, menurut saya ini sangat relevan dengan profesi kita sebagai guru. Lantas mengapa guru harus berubah? Dan apa yang perlu kita ”upgrade”?.

Perubahan bisa terjadi setiap saat, dan merupakan proses yang dinamik serta tidak dapat dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan yang semula. Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan tidak ada dorongan. Namun dengan berubah terjadi ketakutan, kebingungan dan kegembiraan. Guru pun demikian. Ketika guru dalam kondisi
comfort zone, kadang-kadang kenyamanan membuat guru menjadi malas. Dan mungkin itu yang terjadi selama ini.

Oleh karena itu, sekali lagi saya mengajak kepada semuanya. Marilah kita manfaatkan hidup ini dan mensyukuri apa yang telah Alloh anugerahkan kepada kita bahwa kita guru untuk selalu berbenah dan berubah ke arah lebih baik. Ibarat processor komputer sudah tidak compatible lagi kita rasanya saat ini menggunakan processor Pentium, jaman sudah berubah dan beban kerja juga bertambah. Sudah saatya kita memakai processor Core Duo atau bahkan Core 2 Duo.

Sudah saatnya mindset lama sebagai guru ”ngene wae mlaku” diubah. Menjadi guru yang selalu berusaha mensejahterakan diri dengan manjadi guru yang ”up to date”, selalu meng”upgrade” diri, menjadi guru yang pembelajar sehingga menjadi guru yang mampu menciptakan kehidupan yang lebih berguna dan bermakna bagi anak didik kita. Di mana salah satunya kita perlu menyesuaikan diri dengan perubahan dengan belajar dan terus belajar, karena perubahan hanya bisa terjadi bila ada kemampuan dan kemauan untuk belajar.

Semuanya kembali kepada hati nurani kita sebagai guru. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi bapak/ibu guru yang lain.... Amin.

Integrasi Imtaq dalam Pembelajaran Matematika

MENUMBUHKEMBANGKAN
KECERDASAN RUHANIAH (TANSCENDENTAL INTELLIGENCE)
MELALUI PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

Pemenang Harapan I LKT Integrasi Imtaq -Iptek Tk Nasional 2007

ABSTRAK
Latar belakang penulisan karya ilmiah ini adalah kegelisahan penulis akan kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, di mana terjadi degradasi moral, krisis keimanan dan ketakwaan, merosotnya religiusitas yang tercermin dari berbagai akhlak negatif yang semakin mengancam kelangsungan hidup bangsa, khususnya di kalangan peserta didik.
Salah satu penyebab terjadinya hal tersebut adalah kurang terintegrasinya iptek dan imtaq. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah memaparkan suatu strategi pembelajaran bilangan bulat melalui pengintegrasian keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT, sehingga dapat menumbuhkan kecerdasan ruhaniah (TQ) peserta didik, yang merupakan implementasi dari keimanan dan ketaqwaan itu sendiri.
Strategi pembelajaran yang dilakukan adalah dengan mengaitkan keistimewaan bilangan dalam Al Quran, terutama bilangan 19 dengan nilai-nilai kecerdasan ruhaniah peserta didik.
Nilai-nilai kecerdasan ruhaniah yang dapat ditumbuhkembangkan melalui belajar bilangan bulat adalah: (1) taqwa, (2) akhlak mulia: jujur, istiqamah (bervisi, kreatif, menghargai waktu, sabar dan tekun, rendah hati dan percaya diri) dan tawakal. Strategi pembelajaran dengan mengintegrasikan Iptek dan Imtaq yan disajikan dalam karya ilmiah ini merupakan pengalaman penulis ditunjang dengan beberapa literatur yang relevan dari berbagai sumber, baik buku teks maupun hasil penelusuran penulis lewat internet.
Model pembelajaran yang disampaikan adalah pembelajaran yang berusaha pengintegrasikan berbagai aspek kecerdasan baik IQ, EQ dan SQ, sehingga dapat menempatkan matematika sebagai bahasa yang menarik dan menyenangkan sehingga mampu menjawab berbagai permasalahan kehidupan, termasuk menumbuhkembangkan kecerdasan ruhaniah peserta didik.

Refleksi Pembelajaran

USAHA GURU MENINGKATKAN PBM MATEMATIKA
MENUJU KUALITAS KEDUA
Antara Teori dan Pengalaman


Guru memegang peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika Untuk mencapai kulaitas kedua (The Second Quaility of Teaching) dalam pembelajaran tersebut diperlukan berbagai terobosan baik peningkatan kompetensi guru, model pembelajaran yang dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap matematika, penggunaan media maupun metode pembelajaran inovatif yang mendorong siswa dapat belajar secara optimal baik baik secara individual, klasikal maupun kelompok.

Sayangnya banyak guru (termasuk saya), karena tuntutan administrasi dan taget kurikulum kadang-kadang bahkan sering menggunakan pendekatan konvensional yang berpusat pada guru (teacher centered) dan berorientasi pada tahap pembukaan-penyajian-penutup. Setelah mengikuti ulasan Dr Marsigit pada kuliah Perencanaan Pembelajaran pola pembelajaran semacam ini menurut pendapat penulis menjadi sesuatu yang “mengkhawatirkan”. Hal ini disebabkan pola pembelajaran tersebut menganggap murid sebagai obyek yang harus menurut skenario guru, sehingga proses belajar tidak membuat siswa untuk berpikir, tetapi lebih banyak menghapal doktrin dari guru. Pola pembelajaran seperti itu harus diubah dengan cara membimbing peserta didik merekonstruksi pengalamannya sendiri. Guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan peserta didik harus menemukan pengetahuan-pengetahuan secara mandiri.

Untuk mengantisipasi masalah di atas, guru dituntut mencari dan menemukan suatu cara yang dapat menumbuhkan minat dan motivasi belajar peserta didik, sehingga pembelajaran menjadi efektif dan efisien. Oleh karena itu, guru diharapkan dapat mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mengembangkan, menemukan, menyelidiki dan mengungkapkan ide peserta didik sendiri. Dengan kata lain diharapkan guru mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah peserta didik dalam belajar matematika. Oleh karena itu, kemampuan memecahkan masalah hendaknya diberikan, dilatihkan, dan dibiasakan kepada peserta didik sedini mungkin. Dengan pola ini diharapkan proses belajar mengajar matematika menjadi lebih berkualitas.

Langkah kongkret yang perlu dilakukan agar prses belajar mengajar matematika berkualitas adalah:
  1. Pentingnya komitmen guru untuk mengubah paradigma berpikir (mind set) dari pola tradisional (sebagai satu-satunya sumber pengetahuan) menuju pembelajaran inovatif yang menempatkan diri sebagai fasilitator bagi peserta didik. Pengalaman saya sebagai guru adalah berusaha mencegah diri agar tidak otoriter (sebagai satu-satunya sumber informasi) dan mengajak guru anggota MGMP matematika sekolah untuk mendiskusikan langkah-langkah menyusun RPP dan LKS (bukan sekedar kumpulan soal) yang memungkinkan siswa aktif belajar.
  2. Menciptakan kondisi belajar yang positif (menciptakan lingkungan yang menggugah dan menggembirakan), memberi inspirasi, motivasi serta menumbuhkan perasaan diperhatikan sebagai individu.Usaha saya untuk mencapai harapan tersebut adalah memberikan respon (penghargaan) terhadap perilaku siswa yang baik (positif) dan meberikan peringatan secara halus (bijak) kepada siswa yang berperilaku buruk sehingga siswa tidak merasa dilecehkan tetapi merasa dihargai. Dengan langkah ini ternyata siswa dapat instropeksi diri akan kekeliruannya dan tidak segan-segan berinteraksi dan bercerita banyak hal dengan saya.
  3. Menumbuhkan minat dan motivasi siswa, sehingga siswa memusatkan perhatian terhadap apa yang disampaikan guru. Langkah ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan berbagai alat peraga yang sesuai dan terkait dengan materi yang diajarkan. Sebagai guru langkah yang pernah saya sampaikan untuk siswa adalah memanfaatkan benda-benda di sekitar siswa untuk menyajikan materi yang lebih menarik. Sebagai contoh saya pernah menyampaikan materi pecahan dengan mengaitkannya dengan mewarnai dan kolase sehingga siswa sangat antusias. Selain itu untuk menumbuhkan sikap positif siswa terhadap matematika saya juga menyampaikan kepada siswa bahwa matematika sangat berkaitan dengan bidang-bidang apaun di lingkungan kita bukan saja eksakta tetapi juga agama dan seni/sastra. Sebagai contoh bilangan 19 dalam Al Qur’an merupakan bilangan istimewa, karena banyak Surat-surat di dalam Al Qur’an yang ayat-ayatnya tersusun dari bilangan 19. Kaitannya dengan seni, banyak tokoh-tokoh matematika ternyata sangat mencintai seni, karena di dalam matematika tidak melulu tersusun dari angka-angka tapi juga mengandung keindahan.
  4. Menerima keberagaman pribadi anak didik yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga guru harus mengajar dengan kedalaman nilai-nilai paedagogis, sehingga menekankan belajar yang memposisikan diri sebagai “mitra belajar bagi siswa”, sehingga selain siswa menguasai aspek kognitif dan afektif juga menumbuhkan pembelajaran yang menghidupkan nilai-nilai humanisme dalam diri peserta didik. Pengalaman saya sebagai guru adalah menyampaikan kepada siswa bahwa dalam belajar matematika terkandung nilai-nilai bukan sekedar pengetahuan saja yang harus dikuasai tetapi tumbuhnya sikap positif (akhlak yang baik), misalnya suka bekerja sama, tolong menolong dan menghargai orang lain. Selain itu saya juga menanamkan akan pentingnya kepedulian siswa terhadap lingkungan dan juga terhadap teman sekelasnya dan menekankan bahwa “perbedaan dan keanekaragaman akan menambah khazanah kehidupan”. Implementasi dari nilai-nilai yang saya tanamkan adalah murid-murid saling memberi hadiah (meskipun hanya senilai Rp 2.000,00) ketika temannya ulang tahun. Pernah juga siswa yang saya ampu iuran untuk membelikan sepatu temannya, karena sepatunya sudah bolong dan tidak mampu membeli.Sayangnya pengalaman-pengalaman berkesan tentang kepedulian siswa ini sulit sekali saya tanamkan pada murid-murid saya pada tahun pelajaran ini.
  5. Pentingnya usaha peningkatan kompetensi guru agar kompeten (memiliki pengetahuan kontekstual dan substansial untuk menciptakan proses belajar mengjar matematika yang lebih inovatif. Hal ini perlu dilakukan medapat literature reevan (buku, internet) sebagai sumber investasi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajarannya. Beberapa langkah yang telah saya lakukan adalah menyisihkan sedikit dana untuk akses internet untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan bar tentang pembelajaran matematika dan ”berburu” berbagai buku/literatur matematika dari luar negeri (buku second) yang ternyata lebih sederhana dalam penyampaian materinya tetapi lebih bermakna.

Demikian sedikit pengetahuan dan pengalaman saya, mohon tanggapan dari Bapak Marsigit. Terimakasih.

Jawaban Pertanyaan

JAWABAN PERTANYAAN REKAN SEJAWAT (Ibu Eni Rohayatun)

1. Bagaimana mengelola kelas yang baik?
Jawab:
Langkah-langkah mengelola kelas yang baik adalah:
a. Menciptakan lingkungan belajar yang bersifat menantang rasa ingin tahu siswa, memberikan rasa aman, nyaman dan kepuasan saat siswa belajar;
b. Mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar secara efektif sehingga siswa termotivasi untuk belajar
c. Membimbing pengalaman-pengalaman siswa dan memberi kesempatan kepada siswa untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya pada guru sehingga mereka mampu membimbing kegiatannya sendiri dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran;
d. Guru harus berperan sebagai mediator dan fasilitator yang dapat mendorong berlangsungnya interaksi sosial maupun pribadi yang baik dan menumbuhkan hubungan yang positif dengan para siswa.

2. Apa saja alat peraga pola bilangan?
Jawab:
Alat peraga yang dapat digunakan untuk mengajakan pola bilangan:
a. Batang korek api yang dapat disusun dalam berbagai bentuk misalnya bentuk barisan segitiga berikut:




Pola bilangan di atas adalah 3, 9, 18, 30, …

b. Benda nyata dalam kehidupan sehari-hari, misalnya bola yang dapat disusun dalam bentuk sebagai berikut:





Pola di atas merupakan pola bilangan persegi atau pola bilangan kuadrat
1, 4, 16, ...

3. Bagaimana membangkitkan semangat belajar anak?
Jawab:
Langkah-langkah membangkitkan semangat belajar anak adalah ...
a. Menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa bahwa siswa mampu dan bisa menguasai materi yang diajarkan;
b. Menciptakan ruang kelas (ruang belajar) yang kondusif, misalnya tata ruang kelas tidak harus ditata dengan cara formal agar siswa lebih rileks dalam belajar.
c. Menghargai dan menilai ide-ide, cara berfikir dan sikap siswa terhadap pembelajaran.
d. Menekankan bawa belajar merupakan aktivitas yang harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus.
e. Mengakhiri pelajaran dengan sesuatu yang istimewa atau membuat penasaran anak.

4. VTR yang pernah ditayangkan, mohon ditayangkan kembali!
Jawaban:
Penayangan kembali merupakan kewenangan Pak Marsigit


5. Bagaimana menyampaikan apersepsi dengan VTR (Contoh)?
Jawab:
Untuk menyampaikan apersepsi dalam VTR, maka dapat dilakukan dengan pemberian motivasi kepada anak tentang keterkaitan materi yang kita ajarkan. Misalnya ditampilkan tayangan video yang dapat membangkitkan semangat siswa atau tayangan video tentang keterkaitan materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari.

6. Apakah pada waktu pendahuluan (dalam RPP) untuk memotivasi anak harus ada keterkaitan dengan materi yang kita ajarkan?
Jawab:
Untuk memotivasi anak dalam pendahuluan RPP harus ada keterkaitan materi yang kita ajarkan, karena dengan adanya keterkaitan pemberian motivasi tersebut anak akan semangat belajar dan mengerti manfaat belajar materi yang diajarkan tersebut?

7. Bagaimana melibatkan siswa dalam pembelajaran yang baik?
Jawab:
Cara melibatkan siswa dalam pembelajaran yang baik adalah:
a. Menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan tidak menakutkan bagi anak sehingga anak tidak tertekan,
b. Menciptakan pembelajaran matematika yang menarik dan menyajikan masalah-masalah kontekstual dan realistik yang dekat dengan kehidupan siswa.
c. Memberikan bantuan dan dorongan kepada siswa sehingga memungkinkan siswa memecahkan masalah, menyelesaikan tugas atau mencapai sasaran yang diharapkan sehingga siswa tidak merasa putus asa.
d. Memonitor partisipasi siswa di dalam pembelajaran dan memutuskan kapan dan bagaimana untuk mendorong setiap siswa agar berpartisipasi.
e. Mengajak siswa untuk mengungkapkan ide dan gagasan mereka, dan dengarkan ide serta gagasan mereka dan bukan mengevaluasi ide dan gagasan mereka.
f. Menyarankan siswa yang lebih paham untuk menjelaskan/membimbing teman-temannya.

8. Apa saja alat peraga kesebangunan?
Jawab:
Peraga kesebangunan dapat menggunakan benda-benda di sekitar kita, misalnya: bingkai foto (lukisan) dengan foto/lukisannya, atau gambar/foto dengan benda aslinya.

9. Contoh RPP yang banyak melibatkan anak (guru tidak dominan)
Jawab:
RPP yang banyak melibatkan anak dan guru tidak dominan adalah:
a. RPP yang memungkinkan terjadinya interaksi siswa dengan siswa, bukan siswa dengan guru.
b. RPP yang memuat pengembangan kegiatan secara hirearkis dari yang mudah ke sulit, dari sederhana ke kompleks.
c. RPP yang memuat kegiatan belajar (tugas-tugas) yang berbeda bagi setiap siswa.
d. RPP yang memuat pembagian kelompok secara heterogen, sehingga siswa yang lebih mampu dapat membimbing yang kurang mampu.
.
10. Contoh VTR yang siswanya setingkat SMP?
Jawab:
VTR yang siswanya setingkat SMP merupakan kewenangan Pak Marsigit atau bisa browsing sendiri di intenet.

Tanggapan

Kuliah Perencanaan Pembelajaran
dan Praktek Pembelajaran
(Bpk Faizin dan Bpk Mintarjo)

Saya merasa beruntung mendapat kesempatan mengikuti pendidikan sertifikasi di Program Pendidikan Matematika UNY ini dan berkesempatan ketemu Dosen seperi pak Marsigit yang selalu inovatif dalam setiap perkuliahannya.
Selain itu saya salut dan berterima kasih kepada Marsigit yang telah memfasilitasi kami dengan adanya blog ini yang memungkinkan kami bisa berkomunikasi lebih intens dengan Pak Marsigit. Dengan blog ini insyaallah akan menjembatani keterbatasan informasi bagi kami, yang mungkin sulit kami ungkapkan ketika tatap muka di kelas karena khawatir pertanyaan/tanggapan kami sebagai sesuatu yang ”mengkawatirkan”. Dengan blog ini saya yakin, apa yang telah Bapak upload dalam blog ini akan menjadi “pencerahan” (mengutip istilah Pak Faizin) bagi saya dan juga rekan-rekan guru lainnya.


Berkaitan dengan ulasan Pak Marsigit tentang apa yang disampaikan Pak Faizin dan Pak Mintarjo, saya juga sepakat bahwa sudah saatnya guru harus bangkit dari tidur panjang yang meninabobokkan kita selama ini. Mengutip ulasan Rhenald Khasali (dalam bukunya Change) sudah saatnya kita berpikir “seberapa jauh jalan salah yang sudah kita tempuh, putar arah sekarang juga” untuk berubah (kea rah lebih baik).
Evaluasi yang telah disampaikan Bapak terhadap proses pembelajaran Pak Faizin dan Pak Mintarjo, juga mungkin sering saya lakukan dan mungkin menjadi potret pembelajaran banyak guru selama ini.
Meskipun hal itu tidak baik, tapi kadang-kadang kondisi di lapangan menuntut saya harus selalu membimbing siswa, karena ketika kita arahkan untuk bekerja mandiri waktu pelajaran tersita karena anak-anak tidak bekerja mandiri malah ramai sendiri. Mayoritas siswa di sekolah saya, ketika diberi kepercayaan, tanggungjawab untuk aktif dan kreatif dengan lembar kerja yang telah saya siapkan justru ribut sendiri sehingga pembelajaran yang sudah saya rencanakan tidak berjalan dengan baik. Meskipun saya sering menyiapkan LKS untuk mengaktifkan siswa, sering yang saya alami materi tidak bisa terselesaikan dan konsep yang ingin saya sampaikan juga tidak bisa dipahami anak. Kondisi ini juga diperparah dengan model pendidikan di wilayah kami (Solo) yang masing menggunakan pola Tes Bersama (Tengah Semester I, Semester I, Tengah Semester II dan Kenaikan Kelas). Hal ini membuat kami kadang repot karena membuat kami tidak bisa kreatif memilih materi yang bisa membangun konstruktivisme siswa, karena kami dikejar-kejar target dari sekolah (KS) agar materi selesai untuk tes bersama. Padahal di wilayah Solo sekolah kami adalah sekolah peralihan (bekas ST) dengan siswa dari sosial ekonomi rendah, kemampuan akademis di bawah rata-rata, sikap dan motivasi siswa juga rendah.
Untuk mencari kondisi aman dari administrasi membuat saya dan guru-guru lain kadang-kadang menggunakan pembelajaran transfer of knowledge yang penting materi selesai.

Dengan kuliah Perencanaan Pembelajaran dan evaluasi-evaluasi dari Pak Marsigit, saya menyadari mungkin selama ini apa yang saya lakukan barangkali masih kurang sabar dan tekun. Beberapa hikmah yang saya petik dari ulasan-ulasan Pak Marsigit adalah beberapa hal sebagai berikut:
  1. Perlunya perubahan peran guru, dari “teacher centered” ke “student centered”. Dengan kesabaran mungkin, murid kita yang kita anggap tidak tahu apa-apa sebenarnya memiliki potensi terpendam yang perlu kita gali. Dengan demikian guru tidak memperlakukan memperlakukan siswa sebagai “celengan” tempat tabungan hapalan-hapalan siswa yang harus dikeluarkan saat ulangan.
  2. Perlunya perubahan paradigma mengajar (teaching) menjadi paradigma belajar (learning). Dalam paradigma mengajar menekankan konsep “to have” bahwa guru berperan sebgai penguasa atas pengetahuan yang diajarkan pada siswa. Sudah seharusnya guru menekankan konsep “to be” sehingga guru menempatkan dirinya sebagai fasilitator bagi proses belajar mengajar.
  3. Pentingnya usaha peningkatan kompetensi guru agar lebih inovatif dalam melaksanakan proses pembelajaran, baik dalam perencanaan pembelajaran, peraga yang sesuai dan penyiapan lembar kerja (yang benar-benar lembar kerja bagi siswa). Hal ini perlu dilakukan guru dengan mengkaji berbagi sumber-sumber belajar bagi guru ntuk medapat literature reevan (buku, intenet) sebagai sumber investasi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajarannya.
  4. Guru harus mengajar dengan kedalaman nilai-nilai paedagogis, sehingga menekankan belajar yang memposisikan diri sebagai “mitra belajar bagi siswa” bukan menekankan “saya guru kamu murid”. Sehingga guru dapat melaksanakan pembelajaran yang menghidupkan nilai-nilai dan jiwa peserta didiknya.

Tugas Kuliah Perencanaan Pembelajaran

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Oleh: Mulyati

I. PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dewasa ini juga dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis dan matematika diskrit (Moch Masykur & Abdul Halim Fathani, 2007: 52). Atas dasar itulah di Indonesia pelajaran matematika diberikan sejak bangku Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT), bahkan sejak playgroup dan Taman Kanak-kanak (TK) matematika sudah diberikan meskipun secara tersirat dalam bentuk permainan.
Pesatnya arus globalisasi dan akselerasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan pendidikan matematika di Indonesia masih menghadapi tantangan yang berat berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan dengan indikator rendahnya prestasi belajar matematika siswa di sekolah. Rendahnya prestasi belajar tidak hanya pada aspek kemampuan untuk mengerti matematika sebagai pengetahuan (cognitive) tetapi juga aspek rendahnya sikap (attitude) terhadap matematika (Zulkardi, 2003).
Indikator aspek pertama ditunjukkan dengan hasil-hasil pada level Internasional seperti Olimpiade Matematika (International Mathematics Olimpic/IMO). Selain itu dari hasil studi TIMSS (Third International Mathematics and Social Science) peringkat murid Indonesia (Grade-8, setara kelas 2 SMP) yaitu 34 dari 38 negara (Zulkardi, 2003). Pada level nasional ditandai dengan rendahnya nilai rata-rata matematika siswa di sekolah dan nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) yang masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai pelajaran lainnya. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pemahaman konsep dasar matematika siswa dan siswa belum bisa memahami formulasi, generalisasi, dan konteks kehidupan nyata dengan ilmu matematika (Nurhayati Abbas, 2004).
Pada aspek sikap murid, selama ini pelajaran matematika menjadi hantu yang menakutkan karena image yang mengganggu pikiran sebagian besar siswa yaitu matematika dianggap sebagai ilmu yang kering, teoritis, penuh dengan lambang-lambang, rumus-rumus yang sulit dan sangat membingungkan (Moch Masykur & Abdul Halim Fathani, 2007: 35). Bahkan Herman Maier (1996) mengistilahkan matematika sebagai “buku yang terkunci dengan tujuh segel“. Pendapat ini berkaitan erat dengan karakteristik matematika yang abstrak (Mohammad Soleh, 1998: 6; Abdusysyakir, 2007: 7).
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah peran guru dalam proses pembelajaran matematika. Selama ini juga ada asumsi bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika yaitu ketidaktepatan penggunaan model pembelajaran oleh guru di kelas. Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini guru lebih banyak mendominasi pembelajaran di kelas dan mengajar secara konvensional (Nurhayati Abbas, 2004). Selain itu juga disebabkan guru tidak bisa mengembangkan kreativitasnya, dan proses pembelajaran yang berlangsung selama ini menggunakan paradigma mengajar bukan paradigma belajar. Guru yang aktif mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa, dan siswa menerima secara pasif. Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa yang berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan matematika.

II. MENYIAPKAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SMP
Sebagai upaya mendapatkan hasil belajar matematika yang optimal maka fdituntut peran guru yang kompeten. Guru yang kompeten akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan lebih mampu mengelola kelasnya dengan baik, sehingga hasil belajar siswa dapat optimal. Agar pembelajaran dapat efektif maka sebelum menyampaikan pembelajaran guru dituntut untuk menyiapkan berbagai komponen yang dapat menunjang terlaksananya pembelajaran efektif. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

1. Menyiapkan Sumber Belajar
a. Pengertian
Asosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan (association of Education and Communication Technology/AECT) Amerika dalam Didik Hartoko (2004: 2), menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber (baik ada data, orang, atau benda yang dapat digunakan untuk memberi fasilitas (kemudahan) belajar bagi siswa.

b. Tujuan
Tujuan penggunaan sumber belajar adalah:
1). Terciptanya pembelajaran matematika
2). Mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang pembelajaran
3). Memperoleh bahan yang tepat dan sesuai dalam pembelajaran
4). Memperoleh hasil yang sesuai dengan kompetensi pembelajaran
5). Memberi pengalaman seluas-luasnya pada siswa
6). Menggali ilmu dan memahami konsep matematika

c. Manfaat
Manfaat penggunaan sumber belajar adalah:
1). Tidak salah konsep matematika,
2). Informasi dapat diserap dengan baik,
3). Menumbuhkan inspirasi dalam pikiran manusia untuk membangun pengetahuan baru
4). Memudahkan siswa dalam memahami materi yang dipelajari.

d. Macam
Sumber belajar menurut Didik Hartoko (2004: 2) meliputi pesan, orang, bahan, peralatan teknik dan lingkungan.
1). Pesan adalah ajaran atau informasi yang akan disampaikan oleh komponen belajar lain yang berupa ide, fakta, ajaran, nilai dan data.
2). Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengolah dan penyaji pesan. Contohnya: guru, dosen, pustakawan, petugas laboratorium, instruktur, widyaiswara, dan siswa sendiri
3). Bahan, merupakan perangkat yang mengandung pesan-pesan belajar, yang biasanya disajikan menggunakan peralatan tertentu. Contohnya: buku teks, modul, transparansi, kaset program (audioatau video), film, slide atau program (software) komputer.
4). Alat adalah perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk menyajikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Contohnya: OHP, tape recorder, video player, proyektor (slide, film), dan komputer.
5). Teknik yaitu prosedur atau langkah-langkah tertentu yang disiapkan dalam menggunakan bahan, alat, lingkungan dan orang untuk menyampaikan pesan (demonstrasi, diskusi, praktikum, pembelajaran mandiri, sistem pendidikan terbuka/jarak jauh, tutorial tatap muka, dll).
6). Lingkungan adalah situasi di sekitar terjadinya proses belajar mengajar di mana pembelajar menerima pesan. Lingkungan dibedakan menjadi dua macam yaitu lingkungan fisik (gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, bengkel, pabrik, dll) dan lingkungan non fisik ( tata rang, kebisingan/ketenangan ruang belajar, cuaca, dll).

e. Strategi, Potensi dan Kendala
1). Strategi penggunaan sumber belajar harus menyesuaikan dengan komponen-komponen berikut:
a). Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
b). Karakteristik siswa yang menggunakan sumber belajar,
c). Karakteristik sumber belajar yang akan digunakan,
d). Waktu dan biaya yang diperlukan untuk membuat sumber belajar,
e). Kemudahan dalam memperoleh sumber belajar
2). Potensi penggunaan sumber belajar adalah;
a). Memungkinkan siswa berinteraksi aktif dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki,
b). Menghasilkan kegiatan belajar pada diri siswa, sehingga siswa mengalami sendiri terjadinya proses belajar,
3). Kendala penggunaan sumber belajar adalah:
a). Tidak tersedia sumber belajar
b). Waktu dan biaya untuk mempersiapkan sumber belajar, karena kerepotan guru mempersiapkan administrasi sekolah,
c). Tidak ada satu jenis sumber belajar yang cocok untuk satu proses belajar.
f. Contoh Kasus
Belum berubahnya paradigma mengajar guru, di mana masih banyak guru yang menggunakan buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar.

2. Menyiapkan LKS
a. Pengertian
LKS (Lembar Kerja Siswa) adalah salah satu media pengajaran yang termasuk kelompok sarana (bukan alat peraga). LKS adalah suatu lembaran yang diberikan kepada siswa sebagai sarana dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah (Ganung Anggraeni, 2002: 2).
b. Tujuan
Tujuan penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1). Memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa.
2). Mengecek tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan
3). Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit disampaikan secara lisan.
c. Manfaat
Manfaat LKS adalah (Ganung Anggraeni, 2002: 4):
1). Mengoptimalkan pelayanan kepada siswa,
2). Menghemat waktu atau mempercepat proses pembelajaran
3). Menggugah minat belajar siswa (jika ditulis secara menarik dengan gambar-gambar yang relevan dan menantang rasa ingin tahu siswa).
4). Mendukung keaktifan belajar siswa
Selain manfaat di atas, penggunaan LKS dalam proses pembelajaran adalah juga bermanfaat sebagai berikut.
1). Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
2). Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.
3). Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses.
4). Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
5). Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.
d. Macam LKS
1). LKS Tak Berstruktur
LKS tak berstruktur berupa lembaran yang diberikan kepada siswa dalam usaha mengefisienkan kegiatan belajar mengajar
Contoh:
a). Lembaran yang memuat suatu kelompok data dan sajiannya berupa grafik yang dikutip dari media masa dan dapat dimanfaatkan guru dalam membahas materi yang relevan dalam statistik.
b). Lembaran berupa kertas bertitik, kertas berpetak atau kertas milimeter. Lembaran ini dapat dimanfaatkan siswa pada saat mempelajari materi dengan tujuan memudahkan kegiatan belajar agar efisien dan efektif.
2). LKS berstruktur
LKS berstruktur adalah LKS yang dirancang dengan tujuan untuk membimbing siswa dalam mepelajari suatu materi pelajaran yang terkait dengan konsep, prinsip atau pengenalan suatu algoritma. LKS berstruktur memuat komponen-komponen sebagai berikut:
a). Judul, yang terdiri dari identitas siswa, materi pelajaran, tanggal mengerjakan LKS dan waktu untuk menyelesaikan LKS.
b). Tujuan, memuat apa yang akan dipelajari siswa dan pengalaman belajar yang akan diperoleh dari proses belajar menggunakan LKS.
c). Petunjuk belajar atau bekerja bagi siswa untuk mengerjakan LKS,
d). Isi atau uraian kegiatan belajar, yang berupa sajian yang ditata secara urut sehingga mewujudkan proses belajar terbimbing sehingga dicapai tujuannya atau diperoleh pengalaman belajar yang diharapkan.
e). Evaluasi proses belajar mengajar, yang berisi soal, pertanyaan atau tugas yang harus dilaksanakan oleh siswa.
e. Strategi, Potensi dan Kendala
1). Strategi penyususnan LKS harus melalui langkah-langkah berikut:
a). Analisis kurikulum untuk menentukan materi yang memerlukan bahan ajar LKS.
b). Menyusun peta kebutuhan LKS.
c). Menentukan topik-topik materi LKS.
d). Penulisan LKS.
i. Rumusan kompetensi dasar LKS diturunkan dari buku pedoman khusus pengembangan silabus,
ii. Menentukan alat penilaian,
iii. Menyusun materi.
2). Potensi penggunaan LKS sumber belajar adalah;
a). Memungkinkan siswa berinteraksi aktif dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki,
b). Dengan penggunaan LKS merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang tepat bagi peserta didik karena LKS membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.
c). Lembar kerja dapat digunakan sebagai pengajaran sendiri, mendidik siswa untuk mandiri, percaya diri, disiplin, bertanggung jawab dan dapat mengambil keputusan.
3). Kendala penggunaan LKS adalah:
a). Tidak semua guru mampu menyusun LKS yang baik,
b). Waktu dan biaya untuk mempersiapkan LKS karena kerepotan guru mempersiapkan administrasi sekolah,
f. Contoh Kasus
Masih melekatnya persepsi para guru, di mana LKS berisi rangkuman materi dan kumpulan soal-soal yang harus dikerjakan siswa.

3. Menyiapkan Alat Peraga
a. Pengertian
Menurut Pujiati (2004: 3) alat peraga merupakan bagian dari media. Oleh karena itu istilah media perlu dipahami lebih dahulu. Media pengajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara terjadinya proses belajar, dapat berwujud sebagai perangkat lunak, maupun perangkat keras. Berdasarkan fungsinya media pengajaran dapat berbentuk alat peraga dan sarana. Sedangkan Djoko Iswadji dalam Pujiati (2004: 3) menyatakan alat peraga matematika merupakan seperangkat benda kongkret yang dirancang, dibuat, dihimpun, atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.
Menurut Didik Hartoko (2004: 5) alat peraga adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata atau kongkrit, sedangkan Moh Uzer Usman (2005: 31) alat peraga pengajaran adalah alat-alat yang digunakan guru ketika mengajar untuk memperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalisme (tahu istilah tapi tidak tahu arti, tahu nama tetapi tidak tahu bendanya) pada diri siswa.
b. Tujuan
Tujuan utama dari penggunaan alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep, sehingga memperjelas pemahaman siswa dan siswa mampu menangkap arti sebenarnya konsep tersebut.
c. Manfaat
Manfaat dan penggunaan alat peraga dalam pengajaran matematika adalah (Moh Uzer Usman, 2005: 32):
1). Dengan disajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk kongkret, maka siswa pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah memahami dan mengerti.
2). Memperbesar perhatian siswa
3). Membuat pelajaran lebih bermakna dan tidak mudah dilupakan
4). Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan para siswa
5). Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu
6). Menarik minat siswa dalam belajar,

d. Macam Alat Peraga
1. Benda kongkret di sekitar siswa misalnya papan tulis, buku tulis, dan daun pintu yang berbentuk persegi panjang dapat berfungsi sebagai alat peraga untuk menerangkan bangun geometri datar persegi panjang.
2. Model, misalnya model bangun datar atau bangun ruang,
3. Charta (diagram atau gambar)
e. Strategi, Potensi dan Kendala
1). Strategi pemilihan alat peraga hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Moh Uzer Usman, 2005: 32):

a). Alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa serta perbedaan dalam kelompok,
b). Alat yang dipilih harus tepat, memadai dan mudah digunakan;
c). Harus direncanakan dengan teliti dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan;
d). Penggunaan alat peraga harus dilanjutkan dengan analisis dan evaluasi
e). Menyesuaikan dengan biaya yang tersedia.
2). Potensi pemanfaatan alat peraga adalah dengan menggunakan alat peraga akan menarik minat belajar siswa, sehingga siswa menjadi aktif.
3). Kendala penggunaan alat peraga adalah:
a). Tidak ada alat peraga yang dianggap paling baik,
b). Tidak semua materi pelajaran cocok menggunakan alat peraga;
c). Kesalahan penggunaan alat peraga menyebabkan siswa sulit memahami materi yang diajarkan;
d). Tidak semua guru mampu menggunakan alat peraga dengan baik;
f. Contoh Kasus
Permasalahan dalam pembelajaran berkaitan dengan penggunaan alat peraga adalah bahwa tidak semua guru mau dan mampu menggunakan alat peraga dengan baik.

4. Menyiapkan Skema Pembelajaran (Jigsaw)
a. Pengertian
Skema pembelajaran adalah langkah-langkah atau alur kegiatan atau rantai kognisi untuk sampai pada materi, yang dipersiapkan oleh guru dalam mengkondisikan pembelajaran dari pendahuluan sampai penutup.
b. Tujuan
Tujuan penggunaan skema pembelajaran adalah agar pembelajaran efektif, efisien dan kondusif sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
c. Manfaat
Manfaat adanya skema pembelajaran adalah:
1). Memberikan arah bagi guru dalam mengelola pembelajaran, menerapkan metode, pendekatan dan model pembelajaran;
2). Mempermudah peserta didik dalam merespon berbagai instruksi yang diberikan oleh guru sehingga peserta didik tidak merasa kebingungan.
d. Macam-macam Skema Pembelajaran
Berbagai macam skema pembelajaran sebagai contoh adalah tipe-tipe model pembelajaran kooperatif seperti Jigsaw, Numbered Heads Together (NHT), Team Games Tournament (TGT), dll. Pada mata kuliah ini model pembelajaran yang diterapkan adalah tipe Jigsaw:


e. Strategi, Potensi dan Kendala
1). Startegi dan langkah-langkah menyusun skema pembelajaran adalah harus memperhatikan berbagai hal berikut:
a). Sisi pencapaian kompetensi.
Penyusunan skema pembelajaran harus memuat semua apek pencapaian kompetensi yang harus dikuasai siswa yaitu sikap (attitude), metode (method), dan isi (content).
b). Sisi struktur
Penyusunan skema pembelajaran, harus mencakup tiga tahapan kegiatan yaitu pembukaan, kegiatan inti dan penutup.
c). Sisi pola interaksi siswa
Penyusunan skema pembelajaran harus memperhatikan pola interaksi siswa baik secara klasikal, kelompok, maupun individu.
d). Sisi perilaku hasil belajar yang bersifat hierarkis yang dikenal dengan taksonomi instruksional Bloom (Dimyati & Mudjiono, 2006: 26-27) meliputi tahapan berikut:
i. Pengetahuan, yaitu mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan,
ii. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari,
iii. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah nyata dan baru,
iv. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik,
v. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru,
vi. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tenatng beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
2). Potensi pengguanaan skema pembelajaran adalah merupakan acuan (pedoman) guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas, sehingga pembelajaran bisa efektif dan efisien.
3). Kendala yang sering dihadapi berkaitan dengan skema pembelajaran adalah:
a). Kesulitan dalam memilih skema yang tepat untuk menanamkan suatu konsep tertentu,
b). Setelah skema disiapkan dan diterapkan ternyata tidak sesuai dengan yang direncanakan,
c). Kesulitan dalam mengarahkan suatu skema agar masuk ke materi atau konsep yang akan dipahami siswa.
f. Contoh Kasus
Beberapa permasalahan yang sering ditemuai dalam penerapan skema pembelajaran adalah:
1). Jumlah siswa tidak sesuai dengan yang diperkirakan, karena ada siswa yang tidak masuk,
2). Peralatan yang mestinya disiapkan siswa tidak lengkap,
3). Siswa tidak mau diajak berpikir aktif, hanya menginginkan yang instan-instan saja.

5. Menyiapkan Kegiatan Penilaian (Asesmen)
a. Pengertian
Istilah penilaian yang disampaikan National Council of Teacher Mathematics (NCTM) dalam Standar Penilaian (Assesment Standars) adalah ”proses mengumpulkan keterangan mengenai pengetahuan siswa, kecakapan menggunakan, dan watak atau sikap terhadap matematika dan proses membuat kesimpulan dari bukti-bukti tersebut untuk berbagai kepentingan (Van de Walle, 2008: 80).
b. Tujuan
Tujuan dari penilaian adalah: (Van de Wale, 2008: 81-82):
1). Memonitor kemajuan siswa, di mana penilaian harus memberikan umpan balik terus menerus mengenai kemajuan dalam pencapaian tujuan,
2). Membuat keputusan pengajaran, di mana penilaian dapat memberikan informasi-informasi perkembangan siswa untuk menyusun perencanaan dan membantu siswa dalam pengajaran
3). Mengevaluasi keberhasilan siswa, yaitu proses penentuan manfaat, dari atau mengaitkan suatu nilai terhadap sesuatu berdasarkan pemeriksaan dan penilaian yang teliti
4). Mengevaluasi program, di mana data penilaian dapat digunakan sebagai sebuah komponen dalam menjawab pertanyaan apakah program dapat terlaksana sesuai tujuan.
c. Manfaat
Manfaat penilaian adalah:
1). Untuk mendapatkan informasi tentang kemajuan belajar siswa,
2). Sebagai bahan refleksi untuk perbaikan pembelajaran berikutnya,
3). Sebagai acuan pelaksanaan kegiatan remidial dan pengayaan
4). Sebagai bahan laporan terhadap orangtua siswa.
d. Macam
Macam-macam penilaian (Sri Wardhani, 2004: 5):
1). Kuis atau pertanyaan singkat,
2). Pertanyaan lisan,
3). Tugas individu,
4). Tugas kelompok
5). Ulangan harian
6). Laporan kerja praktek
e. Strategi, Potensi dan Kendala
1). Strategi pelaksanaan asesmen menurut Mohammad Soleh (1998: 26-27):
a). Asesmen dapat dilakukan dalam berbagai teknik, misalnya tes tertulis, pertanyaan lisan, mendengarkan, pengamatan kerja praktek atau pemeriksaan karya tulis siswa,
b). Asesmen harus mencakup semua tahapan pengetahuan, yaitu pembentukan konsep dan prinsip, kelancaran melakukan operasi (skill), keterampilan menerapkan konsep dalam konteks, dan kreativitas memecahkan masalah dan investigasi.
c). Asesmen harus terjadi sepanjang pembelajaran.
2). Potensi asesmen adalah memungkinkan guru memberikan bantuan secepatnya kepada siswa yang mengalami kelambatan belajar, serta dapat membantu dan mendorong guru mengajar lebih baik.
3). Kendala yang dihadapi dalam proses asesmen adalah sulitnya mengukur seluruh aspek kemampuan siswa sekaligus. Jika memungkinkan akan membutuhkan waktu lama dan prosedur yang rinci, sehingga menyulitkan guru.
f. Contoh Kasus
Asesmen selama ini belum memenuhi kaidah-kaidah penilain yang sebenarnya, karena hanya dengan tes pada jangka waktu tertentu (akhir pelajaran) dan menekankan pada kemampuan kognitif. Menurut Van de Walle (2008: 80 ) penilaian tradisional juga lebih memfokuskan pada apa yang ”siswa tidak ketahui” (berapa banyak jawaban salah).

6. Menyiapkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
a. Pengertian
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam silabus.
b. Tujuan
Tujuan penyusunan RPP adalah sebagai acuan guru untuk melakukan kegiatan pembelajaran agar lebih efisien dan efektif.
c. Manfaat
Manfaat penyusunan rencana pembelajaran adalah dapat memudahkan guru dalam menyampaikan pembelajaran dan sebagai refleksi tentang pembelajaran yang telah dilakukan.
d. Macam
Komponen utama RPP memuat hal-hal sebagai berikut:
1). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
2). Indikator
3). Tujuan pembelajaran
4). Materi ajar
5). Kegiatan Pembelajaran
6). Metode Pembelajaran
7). Sumber Belajar
8). Alat penilaian
e. Strategi, Potensi dan Kendala
1). Strategi dalam menyusun RPP adalah:
a). Mengisi kolom identitas
b). Menentukan alokasi waktu
c). Menentukan SK dan KD dan indikator dan merumuskan tujuan
c). Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pembelajaran,
d). Menentukan metode pembelajaran,
e). Merumuskan langkah-langkah pembelajaran
f). Menentukan alat/bahan/sumber belajar
g). Menyusun alat penilaian.
2). Potensi RPP dalam kegiatan pembelajaran adalah memudahkan guru dalam melakukan pembelajaran,
3). Kendala penyusunan RPP adalah ketidakurutan materi dalam kurikulum (tidak tersususn secara hirarkis).
f. Contoh Kasus
Permasalahan di lapangan berkaitan dengan RPP adalah banyak guru meskipun menyusun RPP tapi dalam proses pembelajarannya tidak mengacu pada RPP yang disusun.

C. KESIMPULAN
Beberapa strategi pengembangan pembelajaran matematika yang perlu dipersiapkan guru adalah:
  1. Dalam penggunaan sumber belajar harus menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, karakteristik sumber belajar dan waktu serta biaya untuk membuat/mencari sumber belajar,
  2. Dalam menyusunLKS hendaknya dilakukan analisis kurikulum untuk menentukan materi, menyusun peta kebutuhan LKS dan menentukan topik-topik materi yang akan dibuat LKS,
  3. Pemilihan alat peraga hendaknya menyesuaikan dengan kematangan dan pengalaman siswa, harus dipilih secara tepat, memadai, dan mudah digunakan, serta menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
  4. Langkah-langkah menyusun skema pembelajaran, hendaknya memperhatikan : pencapaian kompetensi siswa, struktur skema pembelajaran, pola interaksi siswa, hirarki perilaku hasil belajar, dan pencapaian hasil belajar.
  5. Kegiatan Asesmen dapat dilakukan dalam berbagai teknik, mencakup semua tahapan pengetahun, terjadi sepanjang pembelajaran dan didasarkan materi esensial dan benar-benar relevan dengan kompetensi yang harus dicapai siswa.
  6. Dalam penyusunan RPP perlu ada keterpaduan yang hirarkis antara materi-materi yang diajarkan sehingga memudahkan pemahaman siswa.

III. DAFTAR PUSTAKA

Abdusysyakir, 2007. Ketika Kyai Mengajar Matematika. Malang: UIN-Malang Press.

Didik Hartoko, 2004. Media Pembelajaran. Disampaikan dalam Workshop Peningkatan Pemahaman Kurikulum Guru SMP yang diselenggarakan oleh Subdin Pengembangan Tenaga Kependidikan dan Non Kependidikan Seksi PTK-SLTP. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Tanggal 7 – 19 Maret 2004 di LPMP Jawa Tengah.

Dimyati & Mudjiono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Ganung Anggraeni, 2002. Penyusunan dan Pemanfaatan LKS dan LT dalam Pembelajaran Matematika. Disampaikan pada Pelatihan Penggunaan Alat Peraga Matematika bagi Guru-guru SLTP tanggal 27 Oktober s.d. 3 Nopember 2002.

Herman Maier, 1996. Kompendium Didaktik Matematika. Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Moch Masykur & Abdul Halim Fathani, 2007. Mathematical Intelligence. Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Mohammad Soleh, 1998. Pokok-Pokok Pengajaran Matematika Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Moh. Uzer Usman, 2005. Menjadi Guru Profesional. Edisi Kedua. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Nurhayati Abbas, 2004. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 051 Th ke-10 2004.

Pujiati, 2004. Penggunaan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika SMP. Makalah disajikan dalam Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMP Jenjang Dasar tanggal 10 – 23 Oktober 2004 di PPPG Matematika Yogyakarta. Kerjasama Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional dengan Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta.

Sri Wardhani, 2004. Prinsip Penilaian Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi di SMP. Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMP Jenjang Dasar Tingkat Nasional. Tanggal 10 – 23 Oktober 2004. Kerjasama Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah dan PPPG Matematika Yogyakarta.

__________, 2006. Penyusunan KTSP dan Kajian Standar Isi/Standar Kompetensi Lulusan Mapel Matematika SMP/Mts. Disampaikan pada Diklat Peningkatan Kompetensi Guru SMP Mata Pelajaran Matematika. Kerjasama Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK dan PPPG Matematika Tanggal 23 November s/d 2 Desember 2006 di PPPG Matematika Yogyakarta.

Van De Walle, John, 2008. Elementary and Midle School Mathematics (Matematika Sekolah Dasar dan Menengah). Edisi Keenam. Alih Bahasa: Dr Suyono, MSi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Zulkardi, 2003. Peningkatan Mutu Pendidikan Matematika Melalui Mutu Pembelajaran. www.pmri.or.id. Akses: tanggal 10 November 2003.