Teras "Rumah Ijo", Depan Makam dan Bawah Pohon

TEMPAT PLAN PERTAMAKU

Senin, 23 Februari 2009 adalah PLAN pertama kami. Seperti biasa kami janjian dengan tim pukul 09.00 WIB. Saya ijin datang lebih molor, karena kereta Prameks dari Solo tanggung, setelah jam 6.55 adanya jam 8.50, sehingga saya milih yang terakhir. Begitu saya datang tim kami sudah siap di ruang yang biasa kami gunakan, tim kami PLAN tanpa didampingi Dosen Pembimbing, karena bu Kana berhalangan hadir. Sedangkan Pak Krisna dan Bu Rita bolak-balik “menjenguk” ke ruang kerja kami karena beliau harus nyambi mengajar.

Meski hanya berempat, karena Pak Dede masih di perjalanan, beruntung sekali kami sangat semangat. Terbukti sambil berdiskusi soal RPP yang kami susun, kami berlima selalu “nyontek” teori-teori dan artikel Lesson Study yang kami punyai. Beruntung kami mendapat pamong yang sangat baik dan kooperatif, sehingga materi yang kami ajarkanpun masing-masing sama yaitu Bangun Ruang Sisi Datar. Dengan demikian kami bisa sharing satu sama lain untuk mendapatkan RPP dan LKS yang terbaik.

Meski mungkin bagi kami di sekolah masing-masing biasa mengajarkan materi Bangun Ruang Sisi Datar, tidak banyak mengalami kesulitan, namun kami mengalami diskusi yang sangat alot hanya untuk menyusun RPP unsur-unsur bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma dan limas). Karena sebelumnya sudah diberitahu karakteristik siswa yang akan kami ampu, kami sudah mempersiapkan antisipasi dengan perkiraan solusi apa yang harus kami lakukan nantinya jika menghadapi kendala di kelas. Setiap langkah demi langkah selalu kami diskusikan. Kami berempat tak ubahnya sekelompok awak redaksi yang dikejar-kejar deadline. Atau mungkin penulis skenario sinetron kejar tayang. Sekali-kali diselingi jepret sana-sini, hingga Pak Tri dan Pak Ade harus lari-lari agar gambar kami semua bisa masuk, dengan klik otomatis. Ternyata dengan lesson study ini, kami semua berupaya keras bagaimana agar dalam pembelajaran nantinya siswa benar-benar aktif, dan tidak berpusat pada guru.

Berjam-jam kami diskusi. Meski tanpa seteguk airpun yang masuk ke kerongkongan, nyatanya kami semua tidak kehilangan energi untuk terus melakukan revisi-revisi RPP dan LKS yang kami susun sebelumnya. Tak lupa kami juga menyiapkan Teaching Guide. Pokoknya teori apa saja yang ada di buku tentang Lesson Study kami lakukan. Soalnya tidak ada pakar yang bisa kami mintai pertimbangan. Hingga kami tanpa merasa lelah sebelum akhirnya kami “tergusur” dari ruang kerja kami, karena akan digunakan suatu acara.

Meski tergusur, kami tidak kehilangan akal. Dengan nenteng printer dan laptop Pak Ade dan Pak Tri meluncur ke kost Mbak Lastri. Sementara saya nyusul dengan naik ojek dari stasiun Lempuyangan (mau nunut mbak Lastri, ndak bawa helm). Sampailah kami di Kost “RUMAH IJO”. PLAN jalan terus meski hanya di teras. Kami berdiskusi tentang media dan bahan-bahan untuk peraga. Beruntung lagi Bapak-bapak di tim kami sadar betul akan “peran gender”. Hingga meski saya dan mbak Lastri menawarkan diri untuk membantu membuat peraga dan menyiapkan ubo rampe, Pak Ade dan Pak Tri tidak mau. “Kasihan jenengan dah terlalu capek”, katanya (Wah betapa enaknya, kalau semua temen kayak begini...dan ternyata Pak Ade bisa ngomong jenengan). Akhirnya diskusi di teras kos “Rumah Hijau”, hanya sampai rencana bahan yang kami butuhkan. Dengan teman-teman pokoknya semua peraga beres. Hingga saya bisa naik Prameks yang jam 14.30 WIB.

Esok harinya Selasa, 24 Februari 2009 PLAN kami lanjut terus. Menjelang kuliah TIK, karena kosong kami sempat PLAN di depan kuburan (depan FMIPA). Media dan peraga dah beres (Kasihan sekali baru tahu kalau dilembur sampai jam 11 malam…). Karena masih banyak yang ingin kami diskusikan PLAN kami akhirnya beralih ke bawah pohon di halaman belakang FMIPA. Hal yang kami diskusikan sudah final, karena berkas dan alat sudah beres, tinggal masalah teknis pembelajaran esok paginya. Hal-hal teknis seputar kelompok siswa yang akan kita bentuk, pembagian LKS masing-masing kelompok, sampai bagaimana nanti anak mempresentasikan hasil kerjanya.

Ternyata kalau kita kompak dan membuka pikiran kita untuk menghargai ide dan pendapat orangl ain semua perencanaan bisa dilakukan secar matang dan sistematis. Hingga meski capek, saya bisa pulang dengan lega, dan sampai di rumah pun bisa enjoy walking-walking on the blog sampai jam 12 malam meski Rabu pagi saya harus standby di Stasiun Purwosari jam 05.30. WIB.

Selamat Datang di SEKOLAH PUTING BELIUNG

Observasi Lokasi PKM

Kamis (19 Februari 2009) adalah hari pertama kami berlima (Saya, mbak Lastri, Pak Ade, Pak Tri dan Pak Dede) menginjakkan kaki di halaman SMP 15 Yoyakarta, tempat saya melakukakan Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM). SMP ini tepat terletak di selatan Stasiun Lempuyangan yaitu di Jl Tegal Lempuyangan No 61 Yogyakarta.

Rencana awal sebenarnya hari itu kelompok kami akan melakukan PLAN pertama untuk pelaksanaan Lesson Study, namun karena dari pihak Fakultas hari tersebut merupakan penyerahan kami sebagai peserta PKM, maka hari itu acara hanya unjuk muka dan observasi lokasi. Seperti janji kami semula hari itu kami berencana datang jam 08.00 WIB. Saya sendiri baru berangkat naik kereta Prameks kedua jam 07.00 WIB dari stasiun Purwosari Solo. Habis stasiun Klaten saja saya sudah dua kali dibel mbak Lastri, bahwa teman-teman sudah siap di lokasi. Begitu turun di Stasiun Lempuyangan saya langsung naik becak menuju SMP 15 yang kebetulan sangat dekat dengan stasiun. Sebenarnya kalau mau jalan menerabas kampung, paling-paling hanya butuh waktu 5 menit, tapi karena pertimbangan praktis akhirnya saya memilih naik becak.

Begitu turun dari becak saya pikir teman-teman menunggu di kantor sekolah atau ruang guru, tapi ternyata teman-teman hanya menunggu di depan pos Satpam, dan sebelumnya teman-teman sudah ke ruang guru tidak menemui seorang pun di sana karena para guru sedang mengajar akhirnya teman-teman kembali ke depan pos Satpam. Beberapa saat lamanya kami semua sempat jadi seperti “anak hilang” di depan pos satpam. Beberapa staf (guru...?) yang ada di ruang depan dan melihat kami, juga merasa kami adalah hanyalah "tamu" Pak Krisna dan Bu Rita, guru Pamong kami. Kebetulan pak Krisna dan bu Rita belum hadir karena di Yogya Kamis adalah hari kegiatan MGMP sehingga beliau tidak mengajar. Demikian juga “mbak Dosen” pembimbing kami yang masih imut (Ibu Kana Hidayati), juga belum hadir karena beliau juga nglajo dari Juwiring Klaten.

Tepat jam 08.20 WIB barulah Pak Krisna hadir, dan kami diajak menuju ruang bekas kantor guru. Sejenak kemudian Ibu Kana Hadir disusul Bu Rita. Kemudian kami ditemui Bapak Wakil Kepala Sekolah yaitu Bp Tyas Imullah (awalnya saya juga berpikir beliau Ibu...). Tepat jam 09.00 WIB Bp Kepala Sekolah (Drs. Sukirno SH) menemui kami, karena beliau mengajar dulu. Tepat puku 09.10 WIB acara penyerahan di mulai yang dipandu oleh Bapak Tyas. Meski acara itu hanya ber-10, namun ternyata perkenalan berjalan akrab, karena ternyata Bapak Kepala Sekolah orangnya lucu abis, humoris banget sambil berkelakar beliau menyampaikan bahwa kami ber PKM dalam rangka PERUBAHAN NASIB DAN PERBAIKAN TARAF HIDUP (karena akan dapat tunjangan dobel .... katanya). Di akhir sambutan beliau mengatakan: Selamat Ber PKM dan:

SELAMAT DATANG DI SEKOLAH PUTING BELIUNG

Sedikit cerita sejarah, ternyata SMP 15 Yogyakarta ini pernah diterjang angin puting beliung pada 18 Februari 2007, tepat 2 tahun 1 hari pas kami datang. Waktu itu SMP 15 sedang mempersiapkan diri untuk menuju Sekolah Standar Nasional (SSN), dan akhirnya tertunda sampai saat ini, karena mayoritas infrastruktur rusak berat. Beruntung musibah itu terjadi saat sore hari sehingga siswa-siswa tidak ada yang menjadi korban. Menurut informasi, proses pembelajaran sempat di gedung SMP 5 Yogyakarta, dengan masuk sore hari.

SMP 15 Yogyakarta dengan luas areal 12.700 m2, memiliki 110 guru dan TU dengan murid 1060 orang, terdiri 30 kelas dan merupakan SMP negeri terakhir di Yogyakarta, merupakan bekas Sekolah Teknik (ST), Ambaschool yang berdiri sejak tahun 1919, sehingga bangunannya masih ada nuasa Belanda.

Secara pribadi saya cukup beruntung, karena sekolah tersebut juga sama dengan sekolah tempat saya mengajar yaitu SMP 25 Solo karena sama-sama sekolah peralihan dari ST sehingga banyak hal yang mirip dengan tempat saya mengajar. Selain itu keberuntungan juga kami mendapatkan guru pamong yang sangat kooperatif terhadap kami. Dan kebetulan sekali bu Rita adalah kakak kelas beda dua angkatan dengan saya di FKIP UNS. Sehingga acara PKM juga menjadi acara reuni bagi saya. Sedangkan Pak Krisna sendiri adalah guru “nyentrik” yang senang menulis dengan nama beken Krisna Miharja. Beliau juga pernah menyandang gelar “Guru Berprestasi Nasional”. Meski guru matematika namun karya/tulisan beliau banyak di bidang sastra dan sering dimuat di media masa.

Mudah-mudahan sepulang dari PKM ini banyak manfaat yang bisa saya terapkan di sekolah saya nantinya.

"Disonansi Kognitif" Menjelang PKM

Refleksi Persiapan
Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM)

Salah satu mata kuliah yang wajib kami ikuti di Program Sertifikasi jalur pendidikan ini adalah Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM). PKM sendiri mempunyai bobot 6 SKS. Dalam prakteknya kami nantinya akan menggunakan model Lesson Study. Untuk kegiatan ini pada Selasa, tanggal 10 Februari 2009 para peserta Pendidikan Sertifikasi dikumpulkan untuk menerima penjelasan dan simulasi tentang lesson study dengan pemateri utama Ibu Djamilah Bondan dan Bapak Sukirman. Selain itu juga diberikan penjelasan teknis dari pihak jurusan. Pada acara tersebut juga dihadirkan guru-guru dari sekolah mitra sebagai guru pamong. Acara terakhir adalah simulasi lesson study dengan guru model rekan kami Bp Slamet Riyadi, S.Pd.Untuk mengikuti PKM sendiri kami dikelompokkan menjadi 8 kelompok, masing-masing terdiri dari 4-5 orang, dengan sekolah mitra SMP 1, 5 dan 15 Yogyakarta, SMP 1, 2, 4 dan 5 Depok Kab Sleman, dan SMP 1 Banguntapan Kab Bantul.


Beberapa hal terkait dengan PKM sendiri, sebenarnya membuat beberapa orang peserta termasuk saya mengalami kebingungan karena tidak sesuainya apa yang saya bayangkan sebelumnya dengan kenyataan menjelang persiapan PKM. Mungkin istilah kerennya hampir terjadi “disonansi kognitif”. Beberapa hal yang perlu kita refleksi adalah:


Pertama, pembekalan Lesson Study sendiri, yang menurut saya kurang terprogram dengan matang karena hanya dibekali teori tidak lebih dari dua jam ditambah simulasi sekitar satu setengah jam. Semestinya jika kami diprogramkan untuk kegiatan Lesson Study, maka sejak di semester awal kami kuliah sudah mendapatkan materi dan persiapan apa yang kami perlukan untuk PKM saat ini. Mungkin pertimbangan pihak kampus, kami sudah dianggap paham tentang implementasi Lesson Study. Pada kenyataannya banyak peserta (termasuk saya) mengenal Lesson Study sebatas teori atau nama saja.

Meski saya sendiri pernah mendapat kesempatan mengikuti pelaksanaan Lesson Study di P4TK Kesenian Yogyakarta (Desember 2006), namun saya sendiri belum pernah mempraktekkannya di tempat mengajar saya. Beberapa kendala seperti yang saya ungkapkan di forum diskusi itu terhadap salah satu narasumber (Ibu Djamilah Bondan ). Sulitnya kolaborasi dengan guru lain di lapangan. Seperti diketahui guru selama ini sudah terbiasa dengan kondisi nyaman dengan model mengajarnya yang sudah pakem, hingga jika ada inovasi baru sulit menerima. Apalagi harus berkorban waktu berkolaborasi dengan guru lain….


Kedua, pembagian kelompok awalnya membuat saya dan beberapa rekan tidak sreg, karena pembagian kelompok diserahkan kepada peserta dan akhirnya hanya mempertimbangkan alasan “mudahnya jarak tempuh”. Meski rasional, dan saya sendiri mendapat tempat yang lumayan terjangkau karena di SMP 15 (dekat stasiun Lempuyangan), namun sebenarnya hal ini tidak dijadikan pertimbangan utama. Toh dengan ikut program ini saja peserta sudah siap dengan konsekuensi menempuh jarak dari mana saja. Dengan hanya mempertimbangkan jarak ini menyebabkan peserta dari wilayah DIY yang sudah sangat sering melakukan Lesson Study, mengelompok di satu lokasi dan justru melakukan PKM di sekolah asalnya sendiri. Selain distribusi informasi yang kurang bervariasi hal ini juga bias memicu kecemburuan dari peserta lain. Sudah semestinya agar sharing informasi dan pengetahuan dapat merata, semestinya peserta yang sudah familiar dengan Lesson Study di distribusi tiap-tiap kelompok, sehingga dapat membimbing rekan lainnya yang sama sekali belum pernah mengenal lesson study. Selain itu beberapa rekan dari satu daerah mengelompok di satu lokasi, sehingga variasi “oleh-oleh nantinya yang didapat” akan minim.


Ketiga, kebingungan kami muncul ketika kami “dilepas” untuk membuat jadwal perencanaan dengan pihak guru Pamong. Banyak timbul kesalahpahaman tentang Lesson Study sendiri karena kami dan guru Pamong sama-sama belum pernah melakukan. Kesalahpahaman timbul ketika guru pamong menganggap kami sebagai mahasiswa PPL dan menyerahkan sepenuhnya segala perencanaan dan “ubo rampe”nya kepada kami. Padahal dalam lesson study dalam setiap PLAN, DO and SEE, harus dilakukan secara kolaboratif.


Keempat, dalam rencana pelaksanaan awalnya kami juga mengalami kebingungan karena pihak pengelola menyampaikan bahwa pelaksanaan nantinya adalah 5 putaran dengan masing-masing peserta 1 kali putaran. Tapi ketika kami berpikir, bahwa apa ada manfaatnya kalau kami hanya sekali praktek. Namun dalam buku panduan minimal 4 kali putaran. Setelah konfirmasi sana sini akhirnya disepakati bahwa masing-masing peserta melaksanakan 3 kali putaran.


Beberapa hal di atas, saya posting mungkin bisa menjadi bahan refleksi bagi peserta sertifikasi bahwa segala sesuatu harus direncanakan dengan baik. Oleh karena itu para peserta sertifikasi sendiri dapat mengambil hikmah bahwa dengan pembekalan yang minim justru kita dipercaya sepenuhnya oleh pihak Fakultas dan menganggap kita mampu melaksanakan PKM dengan baik. Sehingga meski kami bak “SI BUTA dari UNY” akhirnya dengan segenap harapan menjadi guru profesional maka (meminjam istilah Bu Djamilah Bondan) guru harus:

MENGUATKAN NIAT,

MEMANTAPKAN MINAT,

MENGOBARKAN SEMANGAT

DAN MENCARI KIAT

untuk menuju sekolah mitra dan siap menajamkan mata, telinga dan hati guru matematika dengan LESSON STUDY.

Refleksi Tentang Kegagalan

HARGAILAH KEGAGALAN

Mario Teguh


Kegagalan adalah tanda tidak tepatnya arah.

Dengannya, penyesuaian adalah nama perjalanan-nya.

Kegagalan adalah tanda tidak cukup baiknya cara.

Sehingga, peningkatan adalah nama pelatihannya.

Kegagalan adalah sebetulnya tertundanya sebuah keberhasilan.

Oleh karena itu, kesabaran adalah nama penantiannya.

Kegagalan adalah tanda tidak cukupnya kekuatan.

Itu sebabnya, kesungguhan adalah nama keharusannya.

Kegagalan adalah tanda akan adanya jaminan keberhasilan.

Dan ... iman, adalah nama dari keyakinan-nya.


Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.

Kegagalan adalah kesempatan untuk memutuskan

Apakah Anda akan terus mengejar

Tujuan yang sama dengan cara baru,

Atau tetap menggunakan cara lama

Untuk mencapai tujuan yang lain.

Keberhasilan mengatasi kegagalan,

membuat keberhasilan kita selanjutnya bukan kebetulan.

Oleh karena itu,

Hargailah Kegagalan