Pengalaman Guru

MELIBATKAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MAEMATIKA


Sebagai upaya mendapatkan hasil belajar matematika yang optimal maka dituntut peran guru yang kompeten. Guru yang kompeten akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan lebih mampu mengelola kelasnya dengan baik, sehingga hasil belajar siswa dapat optimal. Beberapa pengalaman penulis dalam usaha melibatkan siswa dalam pembelajaran adalah


1. Menyiapkan Sumber Belajar

Selama ini sumber belajar yang dipakai di sekolah adalah buku teks yang menjadi pegangan siswa. Itupun kadang-kadang ada saja siswa yang tidak membawa dengan berbagai alasan. Untuk mengantisipasi hal tersebut saya sering menggunakan berbagai macam buku teks. Selain itu juga sumber-sumber yang saya ambil dari internet atau buku-buku terbitan asing bekas (second) hasil “buruan” saya di pasar loak atau pameran-pameran dalam kondisi bekas pakai (second.

Sumber-sumber yang saya ambil dari internet biasanya trik-trik sederhana atau materi-materi penunjang untuk memotivasi siswa. Misalnya ketika mengajarkan bilangan murid-murid saya tunjukkan dengan keistimewaan bilangan-bilangan dan operasinya. Ternyata hal ini membuat mereka antusias. Sedangkan buku-buku terbitan asing biasanya saya gunakan untuk mengecek konsep yang kadang-kadang salah dalam buku teks siswa.

Selain itu berawal dari penawaran sebuah penerbit lokal saya berhasil menyusun modul pembelajaran sederhana dengan urutan-uran penyajian materi dan LKS (tidak sekedar soal-soal) sesuai dengan skenario saya. Meskipun akhirnya modul ini “tidak diperkenankan” saya distribusikan ke siswa dengan alasan menambah beban biaya siswa karena sudah membeli buku teks dari penerbit. Padahal siswa hanya mengganti ongkos cetak sekitar Rp 7.500,00 (kecil dibanding harga buku dari penerbit Rp 38.000,00). Pada akhirnya modul tersebut bermanfaat untuk saya karena saya punya konsep jelas dalam mengajar. Dengan kemauan sendiri akhirnya banyak siswa yang memfotokopi, meskipun dengan biaya lebih mahal.

Dalam rangka pencarian di buku-buku “loak” saya banyak menemukan pencerahan karena ternyata banyak konsep-konsep dalam matematika ditulis/disajikan secara keliru di dalam buku-buku terbitan Indonesia. Sebagai contoh dari empat buku terbitan asing yang saya amati pada materi kesebanguan bangun datar disebutkan istilah “sudut kongruen” dengan “lambang kongruen” bukan sudut yang “sama besar” dengan lambang “sama dengan” seperti di buku-buku dalam negeri.


2. Menyiapkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

Permasalahan di lapangan berkaitan dengan RPP adalah banyak guru meskipun menyusun RPP tapi dalam proses pembelajarannya tidak mengacu pada RPP yang disusun. Hal ini disebabkan RPP yang disusun benar seperti kata Pak Marsigit hanya bersifat administratif. Untuk memenuhi kebutuhan guru berhadapan dengan Kepala Sekolah dan Pengawas, bukan memenuhi kebutuhan siswa.

Pengalaman setelah meraba-raba hasil kuliah Perencanaan Pembelajaran saya berusaha membuat RPP yang sesuai kebutuhan siswa, dan berusaha menyusun sesuai skema kompetensi yang harus dikuasai siswa (Will, Attitude, Knowledge, Skill dan Experience). Pengalaman yang saya peroleh tersebut saya tuangkan dalam RPP menurut saya sendiri, yang saya lengkapi dengan kegiatan-kegiatan selingan yang menantang.

Sampai saat ini, dengan keterbatasan dan kemampuan pas-pasan yang saya miliki akan berusaha memperbaiki hal-hal yang kurang baik agar matematika bisa dipelajari anak dengan menarik, tidak sekedar menghapal rumus-rumus. Saya terus hunting melalui internet contoh-contoh pembelajaran yang sederhana tapi menarik.


3. Membuat LKS

Selama ini memang ada persepsi guru yang keliru tentang Lembar Kerja Siswa (LKS). Banyak guru menganggap LKS alah sekedar rangkuman materi dan kumpulan soal yang harus dikerjakan siswa. Merancang dan menyusun LKS (Lembar Kerja Siswa). Menurut Dr. Marsigit M.A. dalam blognya (http://www.powermathematics.blogspot.com) LKS tidak hanya merupakan kumpulan soal tetapi dapat merupakan sumber informasi, teori atau penemuan terbimbing. LKS juga tidak harus selalu satu macam, tetapi dapat dikembangkan banyak ragam dalam satu kali pertemuan.

Pengalaman berinteraksi dengan banyak guru memang sebagian besar guru tidak tahu atau tidak mau bersusah payah menyusun LKS dan menggunakan ”LKS” yang sudah ada. LKS tersebut mayoritas berisi rangkuman materi dan kumpulan soal yang ditulis oleh guru dan diterbitkan penerbit lokal. LKS ini banyak diminati oleh guru, karena selain praktis mungkin guru merasa enjoy karena murid bisa ”ditinggal’ sewaktu-waktu dengan berbagai alasan. Sehingga LKS seolah-olah berfungsi sebagai ”tali ikatan” bagi murid agar duduk manis di kelas ketika gurunya tidak ada.

Awal-awal menjadi guru, saya sendiri juga menggunakan LKS tersebut dengan cara-cara yang sama dengan teman guru pada umumnya. Karena semula tempat tinggal saya jauh dan capek sering membuat saya malas menyiapkan bahan ajar dan LKS yang sesungguhnya. Selain itu awal-awal menjadi guru sering membuat saya putus asa karena merasa murid saya susah sekali diajak berpikir dan menerima materi pelajaran yang saya sampaikan.

Seiring berjalannya waktu dan kepindahan saya ke sekolah yang lebih dekat saya mulai banyak melakukan evaluasi terhadap pola mengajar saya selama ini. Saya juga berusaha memahami makna LKS yang sebenarnya tidak sekedar kumpulan soal dan berusaha membuat LKS sendiri (meskipun tidak setiap pertemuan). Dengan keikutsertaaan saya dalam Pendidikan Sertifikasi ini semakin mendorong saya untuk membuat LKS yang memungkinkan siswa beraktifitas dengan memanfaatkan segala potensinya. Sebagai contoh dalam pembelajaran pecahan saya membuat LKS dengan mengintegrasikan seni. Siswa mewarnai, menempel dan membuat pola pecahan untuk menemukan konsep pecahan secara mandiri. Seperti yang sudah pernah saya tulis dalam bentuk PTK dan saya ikutkan LKG 2008.


4. Memanfaatkan Media/Alat Peraga

Berkaitan dengan pemanfaatan alat peraga Permasalahan dalam pembelajaran berkaitan dengan penggunaan alat peraga adalah bahwa tidak semua guru mau dan mampu menggunakan alat peraga dengan baik. Selain itu tidak setiap sekolah mempunyai alat peraga matematika. Bagi sekolah yang ada kadang-kadang tidak dimanfaatkan sehingga rusak karena tidak ditempatkan di tempat yang layak (seperti di sekolah saya).

Sebagai guru langkah yang pernah saya sampaikan untuk siswa adalah memanfaatkan benda-benda di sekitar siswa untuk menyajikan materi yang lebih menarik. Sebagai contoh saya pernah menyampaikan materi bilangan bulat negatif dengan menggunakan manik (kancing baju) dua warna atau dengan memanfaatkan kerikil dan pecahan batu bata yang ada di halaman sekolah.

Ketika menerangkan materi himpunan sebelum masuk ke materi saya meminta siswa berkelompok menurut karakteristiknya, misalnya siswa perempuan yang ramutnya dikuncir, atau siswa yang berkacamata, siswa yang memakai jam tangan, kemudian siswa yang rambutnya keriting, dll. Langkah ini saya unakan untuk mengaja siswa memahami konsep himpunan dan bukan himpunan.


4. Memlih Pendekatan Pembelajaran yang Sesuai

Guru harus memilih pendekatan pembelajaran yang bervariasi agar siswa tidak mengalami kebosanan. Guru harus cermat dengan kondisi dan karakeristik siswa yang beragam. Karakteristik siswa di sekolah saya memang bermacam-macam. Ada siswa yang pendiam, ceria, dan juga nakal. Tapi dari karakteristik ekonomi, mereka berasal dari ekonomi menengah ke bawah. Hal ini berdampak pada proses belajarnya di rumah. Sehingga murid-murid saya juga susah sekali menyesuaikan diri dalam pembelajaran.

Mengatasi kondisi tersebut saya sebelum memulai pembelajaran saya sering memberikan motivasi kepada siswa berupa kisah sukses atau keberhasilan orang-orang besar, sehingga anak termotvasi mengikuti pembelajaran. Saya juga mengaitkan pembelajaran dengan bidang-bidang lain yang bisa saya kaitkan (seperi seni dan matematika dalam pecahan). Pembelajaran bilangan bulat dengan menghubungkannya dengan keistimewaan bilangan dalam Al Quran dan ayat-ayatnya.

Kepada siswa saya juga tidak menuntut catatan yang tersususn mendatar rapi, tetapi justru saya bimbing membuat pohon konsep sehingga menarik. Anak bisa membuat kreasi pohon konsep sendiri atau membuat kumpulan-kumpulan awan yang dihias dengan aneka warna, di mana-pada masing-masing kumpulan awan tersebut terdapat konsep yang dipelajari siswa.

Selain itu di awal atau di tengah-tengah pembelajaran saya sering memberikan soal-soal yang ”menantang” bagi siswa, misalnya SODOKU, atau dalam bentuk teka-teki atau soal-soal pemecahan masalah sederhana dari internet.


5. Menyiapkan Kegiatan Penilaian (Asesmen)

Kegiatan penilaian bagi guru selama ini, mungkin adalah sesuatu yang memberatkan. Berat dalam menyiapkan alat penilaiannnya juga berat ketika mengkoreksi hasilnya. Hal ini yang kadang membuat guru “tutup mata” menilai siswa, karena tidak punya bukti autentik hasil penilaian.

Sebagai guru saya kadang membuat penilaian tidak hanya di akhir kompetensi saja, tetapi bisa beberapa kali sebelum kompetensi berakhir, sehingga tidak merepotkan. Selain itu aktivitas penilaian tidak hanya saya lakukan dengan ulangan saja tetapi juga dari pengamatan aktivitas belajarnya seperti bertanya, mengerjakan ke papan tulis, mengerjakan PR.

Setelah mengikuti perkuliahan Perencanaan Pembelajaran saya juga sempat coba “menjiplak” model ulangannya Dr. Marsigit yaitu “STATION METHOD”, tapi di tengah jalan kacau balau, karena anak merasa aneh dan ketika menukarkan lembar soal "tabrakan" karena saya keliru membuat jalurnya (Saya mohon maaf kepada Dr. Marsigit...).


4 komentar:

Ayah mengatakan...

Bismillahirrohmanirrohiim...
Ya Alloh bukalah pintu hatiku dan tunjukkanlah aku mana yang benar dan mana yang keliru. Mana yang boleh dan mana yang tidak...
Begitulah kira-kira sepenggal doaku setiap aku bersujud dihadapannya..

Ibu Mul yang terhormat,
Percayalah Anda bukanlah kupu-kupu..
Anda juga bukan kepompong..
Aku yakin anda adalah manusia
Lihatlah ke kanan sekarang, ada suami anda di sana, lihatlah ke kiri buah hati anda tersenyum menyaksikan keseriusan ibu. Dan sekarang pejamkan mata ....
Gelapkan !!
Selamat untuk ibu, sebagai aktifis blog. Kami tunggu posting anda yang lain.

Mulyati mengatakan...

Terimakasih pak atas kunjungannya, memang kita sebagai manusia hanya bisa berandai-andai seperti kupu-kupu yang bisa terbang ke mana-mana... (Pengandaian yang sangat uitis dari Pak Marsigit).

Anonim mengatakan...

Aku juga bisa NgeBlog BU!

Anonim mengatakan...

Hai Apakabar!