Refleksi Final Kuliah Perencanaan Pembelajaran

MENJADI GURU KUALITAS KEDUA:

GURU DI ERA PERUBAHAN

Menjadi Kupu-kupu yang Bisa Terbang Ke Seluruh Dunia,

Bukan Kempompong yang Hanya Bisa Menengok Ke Kanan dan Ke Kiri

Alhamdulillahirabbil’alamin. Merupakan suatu berkah yang tiada terkira bagi kami mendapat kesempatan langka mengikuti pendidikan sertifikasi di Program Pendidikan Matematika UNY ini karena kami benar mendapat “pencerahan” tiada terkira dari Bapak/Ibu Dosen seperti Dr Marsigit dengan inovasi-inovasinya yang benar “mencerahkan dan memerdekakan” pola pikir kami. Apalagi dengan program “GO BLOG” yang menurut saya sebagai sesuatu yang sangat REVOLUSIONER untuk ukuran guru-guru seperti kami. Dengan program GO BLOG ini ternyata membuat kami jadi lebih ekspresif menyampaikan ide atau pemikiran kami. Dengan blog ini telah menjembatani keterbatasan informasi bagi kami, yang mungkin sulit kami ungkapkan ketika tatap muka di kelas karena khawatir pertanyaan/tanggapan kami sebagai sesuatu yang ingin serba “instan dan ”mengkawatirkan”. Dengan blog ini saya yakin, apa yang telah disampaikan telah menjadi “pelita dalam gulita” bagi saya dan rekan-rekan guru yang lain.

Diawal perkuliahan saya membayangkan akan mendapatkan tumpukan atau file “RPP yang baik dan benar” yang siap kami “copy paste” ternyata setelah beberapa kali perkuliahan dugaan kami tidak hanya meleset tetapi berubah haluan. Harapan saya “tidak diridhoi” oleh Alloh SWT. Keinginan dan bayangan saya terpatahkan oleh kenyataan bahwa saya masih merupakan “sosok guru dengan kualitas pertama”. Sosok guru yang masih berpikiran tradisional dan menginginkan segala sesuatunya serba instan. Sosok guru yang menginginkan murid-muridnya pinter secara instan yang penting lulus UN. Sosok guru yang mungkin selama ini menimbulkan imej negatif terhadap matematika semakin besar. Sosok guru yang selalu mengajar dengan pola 3M yaitu Membosankan, Membahayakan dan Merusak minat siswa (Sobel & Maletsky, 2002), karena mengajar dengan pola pembukaan, penyajian materi dan penutup. Sosok guru yang ketika saya tidak bisa mengajar murid-murid saya “bahagia” dan berseru “asyik”, seperti yang sering saya temui ketika rekan guru lain berhalangan mengajar. Mungkin saya selama ini juga diperlakukan seperti itu oleh murid-murid saya. Seorang guru matematika yang tidak selalu “dirindukan” oleh murid-muridnya.

Dengan kuliah Perencanaan Pembelajaran ini ternyata membuka mata hati kami bahwa apa yang kami lakukan selama ini mayoritas telah membuat anak didik kami “terdzolimi” secara pelan-pelan. Pikiran kami terbelenggu oleh rutinitas ritual dan beban administrasi yang membuat kami ter “nina bobo”. Dengan kuliah ini pula pikiran kami tidak sekedar “digigit nyamuk”, tapi juga hati saya seperti “tersengat listrik”. Muncul kesadaran diri saya bahwa ternyata saya hanya “seperti guru-guru pada umumnya” dan muncul niat dari hati yang paling dalam bahwa saya harus menjadi guru kualitas kedua yang mampu “MENJADIKAN DIRI BERBEDA DAN MEMBUAT PERBEDAAN” dengan guru-guru kualitas pertama. Seperti apa yang telah saya resapi dalam kuliah di Program Sertifikasi ini.

Guru Kualitas Kedua: Seperti Apa?

Guru kualitas kedua, berdasarkan makna yang bisa saya resai dalam kuliah Perencanaan Pembelajaran ini saya kelompokkan dalam aspek berikut:.

Paradigma Berpikir

  1. Guru kualitas kedua telah meninggalkan paradigma lama dari “teacher centered” ke “student centered”. Perubahan paradigma dari mengajar (teaching) menjadi paradigma belajar (learning). Murid diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek yang bisa seenaknya diperlakukan sebagai ”boneka” yang bisa dimain-mainkan oleh guru.
  2. Guru bukan lagi penguasa atas pengetahuan yang belum diketahui siswa. Guru yang menekankan konsep “to be” yang menempatkan dirinya sebagai fasilitator dalam pembelajaran, bukan ”pemilik” proses pembelajaran. Guru bukan satu-satunya sumber informasi bagi siswa, sehingga guru kualitas kedua.
  3. Guru kualitas kedua mampu merubah imej dirinya bukan lagi sosok yang ditakuti tetapi menjadi sosok guru yang dirindukan oleh siswa. Mampu mengubah imej matematika sebagai momok yang menakutkan menjadi aktivitas bermain yang menyenangkan.

Pola Pembelajaran

  1. Guru kualitas kedua menganggap siswa adalah komunitas sosial yang mempunyai karakter berbeda-beda. Guru perlu merubah paradigma bahwa murid bisa diperlakukan dengan cara yang seragam (sama). Ingatlah bahwa manusia (murid) dilahirkan dan diktakdirkan dengan karakteristik yang berbeda-beda. Masing-masing murid adalah individu yang unik dengan keunggulan dan kekurangan masing-masing, sehingga perlu penanganan dan pembimbingan belajar yang berbeda-beda. Dengan kesabaran mungkin, murid kita yang kita anggap tidak tahu apa-apa sebenarnya memiliki potensi terpendam yang perlu kita gali. Dengan demikian guru tidak menerapkan pola belajar yang sama kepada siswa secara klasikal, tetapi bisa dilakukan secara individu dan kelompok.
  2. Guru harus menyadari bahwa tidak semua murid ditakdirkan untuk bisa menyerap ilmu dengan cepat, tetapi ada yang mengalami kelambatan. Sehingga tidak mudah bagi seorang guru mengatakan “kamu bodoh” kepada siswanya. Seperti ungkapan dalam Buku Chicken Soup for The Teacher Soul berikut: "Hutan akan sunyi jika yang berkicau hanya burung yang merdu suaranya"
  3. Guru memfasilitasi siswa untuk menggali potensinya masing-masing dengan belajar pemahaman. Membimbing siswa untuk menjadi “individual learner”, mengkonstruksi pengalaman yang dimilikinya untuk memahami konsep yang dipelajari. Membimbing siswa dengan caranya masing-masing. Guru tidak mendoktrin siswa dengan hapalan. Guru tidak menganggap murid sebagai sebuah “celengan” yang bisa diisi dengan tabungan rumus-rumus, yang siap dipecah sewaktu ujian (tes).
  4. Guru kualitas kedua mengarahkan belajar matematika sebagai aktivitas sosial (social activity). Berusaha menciptakan kondisi belajar yang positif (menciptakan lingkungan yang menggugah dan menggembirakan), memberi inspirasi, motivasi serta menumbuhkan perasaan diperhatikan sebagai individu. Guru selalu merespon (penghargaan) terhadap perilaku siswa yang baik (positif) dan memberikan peringatan secara halus (bijak) kepada siswa yang berperilaku buruk sehingga siswa tidak merasa dilecehkan tetapi merasa dihargai.
  5. Guru kualitas kedua berusaha menerapkan pendekatan pembelajaran inovatif seperti Matematika Realistik, CTL (Contextual Teaching and Learning). Mengenalkan siswa dengan lingkungan sekitarnya, tidak hanya (text book oriented), membimbing siswa untuk melakukan penemuan, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Selain itu juga menerapkan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) sehingga siswa bisa berinteraksi dengan sesama temannya, memahami kekuarangan dan kelebihan temannya, sehingga murid bisa menghargai keberagaman dan lebih peka, serta toleran).

Kompetensi

  1. Guru kualitas kedua selalu berusaha meningkatkan kompetensinya untuk menambah pengetahuan kontekstual dan substansial yang menunjang tugasnya sebagai guru. Selalu menjadi manusia pembelajar dengan selalu meng”upgrade” diri dengan pengetahuan-pengetahuan yang ”up to date”. Guru yang berkualitas selalu tidak cukup dengan pengetahuan yang dimiliki. Selalu belajar mengikuti perkembangan jaman yang selalu berubah. Guru bukan satu-satunya ”pelita dalam gulita” tetapi hanya salah satu dari sekian banyak pelita. Oleh karena itu guru kualitas kedua harus menjadi GURU TRANSFORMASIONAL yang mau BERUBAH dan MEMBUAT PERUBAHAN.
  2. Guru kualitas kedua harus berusaha mencari sumber-sumber pengetahuan mengajarnya yang relevan dari berbagai sumber dengan memanfaatkan teknologi informasi (ICT) seperti internet untuk meningkatkan diri dan kualitas pembelajarannya.
  3. Guru kualitas kedua selalu mengembangkan diri dengan kegiatan-kegiatan inovatif seperti dalam forum profesi maupun forum ilmiah lain yang menunjang dan berusaha memanfaatkan ilmu yang diperolehnya dengan menuangkan ide-ide dalam bentuk karya ilmiah, artikel, penelitian atau sejenisnya.
  4. Guru kualitas kedua juga menyukai tantangan untuk selalu berkembang, berpikir kompetitif untuk menguji kemampuan dirinya dalam kompetisi-kompetisi seperti lomba-lomba inovasi pembelajaran dan lomba keberhasilan dalam mengajar yang tiap tahun banyak diselenggaran berbagai instansi.

Keseimbangan Diri (Personal Stability)

  1. Guru kualitas kedua tidak hanya mengagung-agungkan kemampuan intelektualnya dalam mengajar tetapi harus mampu mengoptimalkan kecerdasan emosi dan spiritualnya bagi perkembangan siswa. Guru selalu mengajar dengan kedalaman nilai-nilai paedagogis, sehingga menekankan belajar yang memposisikan diri sebagai “mitra belajar bagi siswa” bukan menekankan “saya guru kamu murid”.
  2. Guru tidak hanya mentransfer pengetahuan saja tetapi juga menumbuhkan ruh dan nilai-nilai kehidupan bagi siswa. Guru kualitas kedua memiliki mentalitas yang tinggi (bervisi, penuh tanggungjawab, disiplin, proaktif, memegang teguh nilai-nilai profesi, memiliki integritas yang tinggi, etos kerja dan citra diri yang positif, dan keteguhan idealisme sebagai pendidik)
  3. Guru kualitas kedua mampu mengembangkan moralitas dirinya (jujur, memberi teladan bukan menuntut, berempati, beretika tinggi, berjiwa besar, mampu mengemban amanah, menghargai dan menghormati orang lain).
  4. Guru kualitas kedua mampu mengembangkan spiritualitas dirinya (teguh pada keyakinan, beakhlak mulia, menghargai prinsip-prinsip kebenaran, menumbuhkan nilai-nilai spiritual siswa, dan mensyukuri segala nikmat yang diberikan oleh Tuhan).
  5. Guru kualitas kedua juga peduli terhadap estetika berkaitan dengan citra dirinya di hadapan siswa, rekan guru, dan masyarakat berkaitan dengan penampilannya misalnya kebersihan diri dan cara berpakaian.

Demikian beberapa hal yang dapat refleksikan dengan susah payah dalam blog ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi rekan-rekan guru maupun bukan guru yang peduli terhadap kemajuan pendidikan anak bangsa. Terima kasih.

5 komentar:

Sulastri Sertifikasi mengatakan...

Sukses tugasnya dah selesai, terus berkarya...

Achmad Agus S, S.Pd. mengatakan...

Selamat untuk menuju guru kwalitas ke dua. Agak berat memang kalau dirasa. tetapi dengan keikhlasan insyaAllah menjadi ringan.

Mulyati mengatakan...

Terimakasih buat Mbak Lastri dan Pak Agus atas kunjungannya. Memang berat kita menuju guru kualitas kedua, tapi sebagai guru wajib bagi kita untuk selalu berusaha menuju yang terbaik.

Iwan Sumantri mengatakan...

Tak Jauh beda, apa yang ibu utarakan itulah seninya kita mengikuti perkuliahan Pak Marsigit, ibarat kita menuju hutan belantara kemana arah tujuan kita, tapi setelah ada BLOG dan Elegi Seorang Guru Manggapai batas, akhirnya kita sampai juga di tujuan! Selamat bu tulisannya enak di baca, terus dan terus selalu berkarya !

Mulyati mengatakan...

Terima kasih pak Iwan atas kunjungannya. Insyaallah dengan usaha dan kerja keras kita bisa menggapai batas tersebut.