"Disonansi Kognitif" Menjelang PKM

Refleksi Persiapan
Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM)

Salah satu mata kuliah yang wajib kami ikuti di Program Sertifikasi jalur pendidikan ini adalah Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM). PKM sendiri mempunyai bobot 6 SKS. Dalam prakteknya kami nantinya akan menggunakan model Lesson Study. Untuk kegiatan ini pada Selasa, tanggal 10 Februari 2009 para peserta Pendidikan Sertifikasi dikumpulkan untuk menerima penjelasan dan simulasi tentang lesson study dengan pemateri utama Ibu Djamilah Bondan dan Bapak Sukirman. Selain itu juga diberikan penjelasan teknis dari pihak jurusan. Pada acara tersebut juga dihadirkan guru-guru dari sekolah mitra sebagai guru pamong. Acara terakhir adalah simulasi lesson study dengan guru model rekan kami Bp Slamet Riyadi, S.Pd.Untuk mengikuti PKM sendiri kami dikelompokkan menjadi 8 kelompok, masing-masing terdiri dari 4-5 orang, dengan sekolah mitra SMP 1, 5 dan 15 Yogyakarta, SMP 1, 2, 4 dan 5 Depok Kab Sleman, dan SMP 1 Banguntapan Kab Bantul.


Beberapa hal terkait dengan PKM sendiri, sebenarnya membuat beberapa orang peserta termasuk saya mengalami kebingungan karena tidak sesuainya apa yang saya bayangkan sebelumnya dengan kenyataan menjelang persiapan PKM. Mungkin istilah kerennya hampir terjadi “disonansi kognitif”. Beberapa hal yang perlu kita refleksi adalah:


Pertama, pembekalan Lesson Study sendiri, yang menurut saya kurang terprogram dengan matang karena hanya dibekali teori tidak lebih dari dua jam ditambah simulasi sekitar satu setengah jam. Semestinya jika kami diprogramkan untuk kegiatan Lesson Study, maka sejak di semester awal kami kuliah sudah mendapatkan materi dan persiapan apa yang kami perlukan untuk PKM saat ini. Mungkin pertimbangan pihak kampus, kami sudah dianggap paham tentang implementasi Lesson Study. Pada kenyataannya banyak peserta (termasuk saya) mengenal Lesson Study sebatas teori atau nama saja.

Meski saya sendiri pernah mendapat kesempatan mengikuti pelaksanaan Lesson Study di P4TK Kesenian Yogyakarta (Desember 2006), namun saya sendiri belum pernah mempraktekkannya di tempat mengajar saya. Beberapa kendala seperti yang saya ungkapkan di forum diskusi itu terhadap salah satu narasumber (Ibu Djamilah Bondan ). Sulitnya kolaborasi dengan guru lain di lapangan. Seperti diketahui guru selama ini sudah terbiasa dengan kondisi nyaman dengan model mengajarnya yang sudah pakem, hingga jika ada inovasi baru sulit menerima. Apalagi harus berkorban waktu berkolaborasi dengan guru lain….


Kedua, pembagian kelompok awalnya membuat saya dan beberapa rekan tidak sreg, karena pembagian kelompok diserahkan kepada peserta dan akhirnya hanya mempertimbangkan alasan “mudahnya jarak tempuh”. Meski rasional, dan saya sendiri mendapat tempat yang lumayan terjangkau karena di SMP 15 (dekat stasiun Lempuyangan), namun sebenarnya hal ini tidak dijadikan pertimbangan utama. Toh dengan ikut program ini saja peserta sudah siap dengan konsekuensi menempuh jarak dari mana saja. Dengan hanya mempertimbangkan jarak ini menyebabkan peserta dari wilayah DIY yang sudah sangat sering melakukan Lesson Study, mengelompok di satu lokasi dan justru melakukan PKM di sekolah asalnya sendiri. Selain distribusi informasi yang kurang bervariasi hal ini juga bias memicu kecemburuan dari peserta lain. Sudah semestinya agar sharing informasi dan pengetahuan dapat merata, semestinya peserta yang sudah familiar dengan Lesson Study di distribusi tiap-tiap kelompok, sehingga dapat membimbing rekan lainnya yang sama sekali belum pernah mengenal lesson study. Selain itu beberapa rekan dari satu daerah mengelompok di satu lokasi, sehingga variasi “oleh-oleh nantinya yang didapat” akan minim.


Ketiga, kebingungan kami muncul ketika kami “dilepas” untuk membuat jadwal perencanaan dengan pihak guru Pamong. Banyak timbul kesalahpahaman tentang Lesson Study sendiri karena kami dan guru Pamong sama-sama belum pernah melakukan. Kesalahpahaman timbul ketika guru pamong menganggap kami sebagai mahasiswa PPL dan menyerahkan sepenuhnya segala perencanaan dan “ubo rampe”nya kepada kami. Padahal dalam lesson study dalam setiap PLAN, DO and SEE, harus dilakukan secara kolaboratif.


Keempat, dalam rencana pelaksanaan awalnya kami juga mengalami kebingungan karena pihak pengelola menyampaikan bahwa pelaksanaan nantinya adalah 5 putaran dengan masing-masing peserta 1 kali putaran. Tapi ketika kami berpikir, bahwa apa ada manfaatnya kalau kami hanya sekali praktek. Namun dalam buku panduan minimal 4 kali putaran. Setelah konfirmasi sana sini akhirnya disepakati bahwa masing-masing peserta melaksanakan 3 kali putaran.


Beberapa hal di atas, saya posting mungkin bisa menjadi bahan refleksi bagi peserta sertifikasi bahwa segala sesuatu harus direncanakan dengan baik. Oleh karena itu para peserta sertifikasi sendiri dapat mengambil hikmah bahwa dengan pembekalan yang minim justru kita dipercaya sepenuhnya oleh pihak Fakultas dan menganggap kita mampu melaksanakan PKM dengan baik. Sehingga meski kami bak “SI BUTA dari UNY” akhirnya dengan segenap harapan menjadi guru profesional maka (meminjam istilah Bu Djamilah Bondan) guru harus:

MENGUATKAN NIAT,

MEMANTAPKAN MINAT,

MENGOBARKAN SEMANGAT

DAN MENCARI KIAT

untuk menuju sekolah mitra dan siap menajamkan mata, telinga dan hati guru matematika dengan LESSON STUDY.

5 komentar:

Ayah mengatakan...

Mba, selamat menunaikan hidup baru ya sebagai guru praktikan. Moga tambah sukses. Dan jangan lupa munculkan inovasi baru dalam pembelajarannya di sekolah yang sedang digunakan sebagai praktikan..

Dr. Jero mengatakan...

Dalam setiap langkah dan kegiatan, keseimbangan sangat sulit diperoleh. Terkadang kita berharap banyak pada satu sisi, tetapi hasilnya mengecewakan dan tekadang kita menyepelekkan sesuatu tetapai hasilnya melebihi target dan perkiraan. Saya senang mendengan ungkapan "Semuanya perlu perencanaan" karena apapun dan bagaimanapun hasil yang diperoleh setelah direncanakan dengan matang, itulah hasil yang paling memuaskan.
Selamat berlatih untuk melaksanakan Lesson Study Bu, mudah-mudahan hasilnya maksimal dan bisa disharingkan nantinya.
Terima Kasih (Jero)

Iwan Sumantri mengatakan...

Ya seperti itulah bu keadaan kita dalam persiapan PKM, tapi jangan kecil hati banyak hal yang akan kita dapatkan nanti pada PKM selama kita punya niat, keinginan dan semangat untuk menuju Guru Profesional!!

Mulyati mengatakan...

To Dick Sairan n Pak Iwan,
makasih atas apresiasinya. Meski bekal minim kita memang tidak boleh pesimis. Pasti kita akan bisa melakukan sesuatu yang lebih baik dalam PKM ini.

Mulyati mengatakan...

Buat mas Jero, terimakasih atas apresiasinya.
Memang benar, segala sesuatu kalau ingin hasil maksimal harus kita plan dengan matang. Tapi insyaallah meski dengan persiapan yang hanya sedikit ini bisa juga hasilnya maksimal, karena saya dan teman-teman berniat dan sungguh-sungguh untuk belajar.