RItual Tanpa Makna: Kemajuan atau Kemunduran?

REFLEKSI PERJUANGAN R.A. KARTINI

Tulisan ini sebenarnya bahan posting tanggal 21 April 2009, tetapi karena mbak Inet beberapa hari ini lagi ogah-ogahan, ya terpaksa tulisan ini baru nongol, itupun dinihari. Semoga saja tidak mengurangi makna dan esensi dari refleksi Hari Kartini.

Mengenang sosok RA Kartini, rasanya kita para blogger khususnya perempuan harus berbangga hati dan bersyukur kepada beliau. Bagaimana tidak kita syukuri, mungkin tanpa perjuangan dan ide-ide beliau tidak mungkin saya bisa ngeblog seperti yang saya lakukan saat ini. Karena lewat perjuangan beliaulah kita para perempuan Indonesia bisa terbebas dari kungkungan adat yang menempatkan perempuan dalam bayang-bayang keterbelakangan dan kebodohan akibat keterbatasan akses pergaulan, pendidikan dan kesempatan. Sayangnya makna perjuangan Kartini yang begitu agung sekarang sering hanya menjadi peringatan melalui ritual-ritual tanpa makna.

Setiap tanggal 21 April di berbagai instansi pemerintah maupun swasta tidak lupa memperingati hari Kartini. Hampir di setiap sekolah menjelang Hari Kartini selalu heboh dengan berbagai kegiatan, mulai dari upacara yang semua petugas perempuan sampai mewajibkan peserta berbusana tradisional. Selain itu masih diikuti berbagai kegiatan lomba. Sayangnya kadang kegiatan-kegiatan tersebut justru jauh dari esensi perjuangan Kartini dan sering merepotkan. Kalaupun tidak merepotkan kadang berbagai kegiatan hanya mengungkap sisi domestik perempuan, bukan berkaitan dengan ide dan pemikiran cemerlang yang ditanamkan RA Kartini.

Di instansi pendidikan, misalnya di sekolah kadang murid-murid perempuan diwajibkan berkebaya, kemudaian lomba berpakaian Jawa dan justru merepotkan banyak orang. Sebagai wali kelas saya pernah dibuat repot memilih wakil kelas untuk berbagai lomba di sekolah mulai lomba berbusana Jawa sampai membuat tumpeng, karena mayoritas siswa tidak mau. Untuk Ibu-ibu Guru (Dharmawanita) pernah istri Kepala Sekolah juga membuat ide yang aneh-aneh dengan lomba yang merepotkan pula. Pernah pula saya berdebat dengan beliau karena mengadakan lomba memasang sanggul plus berkebaya Jawa komplit (Mau nyinden kali....) Menurut saya hal tersebut justru menyimpang dari esensi perjuangan RA Kartini, karena yang patut kita teladani bukan cara berbusananya saja tetapi ide dan pemikirannya yang cemerlang.

Beruntung peringatan hari Kartini tahun ini, karena mendekati Ujian Nasional SMP tidak diadakan lomba untuk siswa seperti tahun-tahun lalu. Tapi justru lomba untuk ibu-ibu Dharmawanita, meski masih berurusan dengan kegiatan domestik namun, tidak merepotkan seperti tahun-tahun sebelumnya. Yaitu lomba merias wajah tanpa cermin, memasukkan benang ke lubang jarum (lucu ya…), dan menghias kue tart. Gambar di postingan ini adalah karya saya dan teman-teman yang kebagian menghias kue tart. Meski nggak paham urusan kue, ketika ikutan lomba saya PD aja, tempel sana tempel sini. Akhirnya dapat juara I juga (Terbaik dari yang terburuk, he...he...)

Sebagai guru sebenarnya saya tidak sependapat dengan ritual-ritual tersebut dalam memahami makna perjuangan RA Kartini. Sudah semestinya kita kembali esensi perjuangan beliau. Kemajuan-kemajuan kaum perempuan Belanda telah membangkitkan rasa ’iri’ dalam diri Kartini seperti yang dituturkan sahabat-sahabat pena Kartini membangkitkan pemikiran-pemikiran brilian berkaitan dengan kebijaksanaan, kemanusiaan, dan kecintaaannya pada tanah air.

Kartini menuangkan pemikirannya dalam bentuk surat dan dikirimkan kepada sahabat-sahabatnya, RM Abendanon dan Estelle “Stella” Zeehandelaar. Pemikiran dan gagasan R. A. Kartini tak melulu hanya masalah emansipasi dan keluhan-keluhannya terhadap adat Jawa yang menghambat kemajuan perempuan pada waktu itu. tetapi juga perhatiannya terhadap masalah lain seperti agama, sosial, dan budaya.

Sayangnya pemikiran dan perjuangan RA Kartini saat ini mengalami bias. Dan yang lebih banyak ditonjolkan saat ini melulu persamaan hak dan kedudukan antara kaum wanita dan pria saja yang kadang justru berlebihan. Padahal perjuangan Kartini tempo dulu adalah pilihan Kartini yang memilih menulis untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya. Sementara kaum perempuan saat ini lebih banyak “berkoar-koar” atas nama emansipasi yang justru merusak esensi dari emansipasi yang diperjuangkan Kartini dulu.

Tulisan ini mungkin hanyalah refleksi diri saya sebagai perempuan, yang berusaha mengekspresikan apa yang menjadi pemikiran saya melalui sebuah tulisan. Dan sekaligus mengajak perempuan atau rekan blogger khususnya perempuan mari kita menulis apa saja yang kita pikirkan. Siapa tahu ide dan pemikiran kita yang sederhana dapat menginspirasi perempuan lainnya syukur-syukur bisa memajukan bangsa. Amiin.

16 komentar:

FATAMORGANA mengatakan...

menurut penilaian saya,.... Mbak Mul adalah sosok kartini masa sekarang. Gambar kegiatannya mana yah???

balisugar mengatakan...

Ayo kita menulis...saling berbagi pemikiran masing-masing

Ajeng mengatakan...

Harusnya memang semangat dan mimpi Kartini yg kita contoh, bukan kebayanya ya mbak..

azzie mengatakan...

Saya salut dengan bu Mul. Beliaulah cerminan Kartini masa kini. Kartini yang tidak hanya menjadi "konco wingking".

sehat dengan reiki mengatakan...

Sunggug sebagai pekerja di mass media televisi pemerintah, saya dan rekan-rekan kerabat kerja pernah membuat film cerita akhir pekan di Rembang Jawa Tengah tahun 1981.Dalam kesempatan kerja ini saya dan rekan-rekan diperkenankan berkunjung ke kediaman pribadi Ibu Kartini di Pendopo Kabupaten Rembang. Nah di Pendopo inilah semasa hidupnya Ibu Kartini tinggal menetap setelah menikah dengan Bupati Rembang.
Di salah satu bangunan Pendopo, tepatnya di samping pendopo inilah Ibu Kartini mendidik kaumnya di zamannya itu agar juga mempunyai wawasan setara kaum pria.
Aku hanya bisa membayangkan Rembang di saat itu kaya apa ya? Belum ada listrik bahkan akses jalan ke Kabupaten tentu melewati hutan.Tapi sekarang, berkat pemikiran Ibu Kartini di zaman modern saat ini pemikirannya telah jauh melesat keluar zamannya.Dari tembok tinggi Kabupaten Rembang inilah cita-cita luhur Ibu Kartini terpancar hingga ke manca negara.

JO mengatakan...

kayakny amaju mundur deh mbak mul,heheh

Admin mengatakan...

Betul mbak. Ada semacam pembelajaran yang salah, bahwa Hari Kartini adalah Back to Sanggul atau semacamnya. Hingga ketika kita tanya kepada anak kita apa itu Hari kartini mereka pasti jawab, "Pakai Kain, kebaya dan Sanggul". Makna sesungguhnya hilang di telan Gegap gempita seremonial Peringatan itu sendiri. Tetapi mencermati Bloger wanita seperti Njenengan, Jengsri, ajeng dan yang lainnya. Kami para pria ikut berbangga hati. He...he...he...he...he...

reni mengatakan...

Memang selayaknya yang ditiru dari Kartini adalah semangat juangnya, jiwa pembaharunya, sikap kritisnya... bukan cara berbusananya.
Kartini memang tak bisa dipungkiri telah memberikan jasanya bagi bumi pertiwi.

Mulyati mengatakan...

@ Seti@wan: Maaf pak kue tartnya belum keanter karena jeng inetnya beberapa hari ini ngambeg terus
@Balisugar, mbak arum, mbak ajeng, jeng sri,azzi, mas arri n mbak reni:
Makasih atas apresiasinya...

Ariesvio mengatakan...

Teruslah berjuang....
Salam Sukses

sehat dengan reiki mengatakan...

Untuk Mbak Mulyati:
1. Bila ingin mengetahui warna aura pribadi bisa datang pada saat ada Lokakarya Reiki di Solo,Jogja,Madiun,Klaten dan Semarang. Coba kontak saja dengan Master Reiki Pak Setyo Gunawan Solo. Tanyakan kepada beliau. Syukur di Solo sudah ada klinik foto aura. Kalau di Jakarta ada di Mall Mangga dua dan sering siaran interaktif di Radio Sonora dan Ria FM Solo.

arumsekartaji mengatakan...

Untuk menerima energi REIKI memang diharuskan dalam posisi meditatif, hening, santai, pasrah kepada Tuhan YME dan jangan KONSENTRASI.
Lebih dari itu jangan resah/tegang sdan berpikiran macam-macam, santai saja dan nikmati energi Ilahi ini bekerja apa adanya sesuai dengan kehendak Tuhan.
Saya pribadi hanya sebagai penyalur energi Reiki tidak lebih.Biarkan lah Tuhan YME berkarya atas kehendaknya.
Kalau syarat ini dipenuhi maka energi Reiki yang saya salurkan akan deras sekali mengalirnya ke pasien dan pasien sendiri juga merasa di nina bobokan sehingga keluhan yang ada pada tubuhnya akan hilang. Memang perlu latihan dan sabar dalam menerima transfer reiki. Semua melalui proses, namun juga ada yang instans sembuh di luar nalar kita.

suryaden mengatakan...

mba Mul sudah dapat berapa dolar nih dari ngeblog???

salam;
suryaden

RJ mengatakan...

Permisi, numpang parkir

Kartini jaman sekarang juga nggak kalah hebat Bu...

contohnya Ibu sendiri jadi guru yg mengilhami ( Insya Alloh ),Bu Sri Mulyani pakar ekonomi hebat , Susi Susanti jawara bulutangkis masyur , dll masih banyak kartini dengan peran dan jamannya masing2 tapi satu tujuan berjuang demi bangsa

buwel mengatakan...

meski telat ucap, selamat kartinian ya....

krisna mengatakan...

maaf lama ga baca2, banyak ujian harian