Jendela Tetangga Melayang di Depan Rumah

JANGAN MENYESALI YANG TIDAK KITA PUNYA

HARGAILAH NIKMAT YANG KITA TERIMA

Mungkin rasa syukur yang tak terkira yang bisa saya ungkap pada hari ini. Setelah berbagai peristiwa di hai-hari kemarin yang membuat rasa prihatin dan betapa kecilnya diri inidi mata Alloh. Peristiwa-peristiwa yang membuat saya menysukuri betapa besarnya nikmat yang saya terima, karena ternyata saya sangat beruntung dibanding saudara-saudara saya di Situ Gintung yang mengalami musibah dan menerima cobaan pada Jum’at dini hari kemarin.Meski hanya bisa menyaksikan tayangan di TV saya bisa membayangkan betapa berat penderitaan dan beban yang harus ditanggung saudara-saudara kita yang mengalami musibah lebih mengerikan dibanding apa yang baru saja terjadi di wilayah Solo Raya.

Rabu, 25 Maret 2009 adalah hari yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup saya, dan insyaallah itu peristiwa pertama dan terakhir yang paling menakutkan yang pernah saya alami. Ya hari itu sekitar pukul 20.30 – 22.00 WIB untuk kesekian kalinya wilayah SoloRaya dilanda angina puting beliung disertai hujan deras dan kilatan petir yang bak membelah langit. Meski sudah beberapa kali terjadi di wilayah Soloraya, namun di lingkungan tempat tinggal saya baru kali ini terjadi (dan semoga tidak terulang) yang selama ini hanya saya saksikan di media.

Malam itu sekitar jam 20.15 WIB sehabis membantu anak saya menyiapkan jadwal untuk hari Jumat (kebiasaan, meski Kamis libur buku-buku harus sudah siap di tas sebelumnya). Seperti ritual hari-hari biasa sebelum tidur, meski sudah kelas II segala aktifitas selalu harus ditunggui termasuk gosok gigi dan cuci kaki. Pas baru beranjak dari kamar mandi, saya sebenarnya juga berniat langsung tidur karena kecapekan seharian ikut seleksi Guru Pemandu di LPMP Semarang. Belum sempat nyamapai tempat tidur hujan turus deras, dan kilat menyambar-nyambar. Beberapa detik kemudian listrik padam.

Perkiraan saya, udara sangat panas siang harinya mungkin hanya hujan biasa, ternyata tidak hanya hujan air tetapi disertai kilat petir menyambar-nyambar seperti langit yang akan terbelah disertai angin kencang. Meski nyali saya ciut, saya dan suami berusaha mneenangkan anak saya yang menangis ketakutan, sambil bersiap-siap di depan pintu kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Di dalam rumah juga was-was takut-takut ketimpa atap, sedang kondisi di luar keluar rumah petir menyambar-nyambar disertai suara angin (saya hanya mendengar suara angin bergemuruh, disertai suara dahan-dahan pohon tumbang dan pot jatuh dari atas tembok pagar).

Tidak lama berselang, saya mendengar suara dentuman dari atap yang sangat keras diiringi suara kaca yang pecah di depan rumah. Di antara petir yang menyambar sekilas saya melihat benda kotak jatuh (Esok paginya, ternyata jendela tetangga sebelah rumah lepas dan jatuh di depan rumah saya). Saya waktu itu hanya berdoa dan pasrah kepada Allah apapun kemungkinan terburuk yang terjadi…Anak saya menangis terus dan bertanya: “Apa ini mau kiamat ….?. Beruntung peristiwa mencekam sekitar 2 jam tersebut segera berakhir, karena sekitar pukul 22.30 WIB hujan dan petir sudah reda, dan tidak ada suara angin lagi. Meski listrik padam, puji syukur saya terlepas dari kejadian mencekam itu.

Liburan esok harinya, akhirnya ekstra keras bekerja menyingkirkan patahan-patahan pohon, juga pot-pot koleksi tanaman saya yang berserakan. Alhamdulilah, meski kotoran daun-daunan di mana-mana namun saya bersyukur ternyata saya lebih beruntung dibanding tetangga-tetangga saya. Ternyata banyak yang lebih parah, karena banyak genting-genting rumahnya yang hilang…Selain itu di wilayah Solo Raya (termasuk Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Karanganyar dan Sragen) banyak rumah roboh dan pohon tumbang. Di kota Solo sendiri banyak baliho yang ambruk. Bahkan tembok PT Danliris di Cemani Sukoharjo juga ambruk. Alhamdulilah peristiwa di Solo tidak sampai memakan korban jiwa, meski diberitakan beberapa warga terluka.

Meski sama-sama baru saja mengalami bencana, mungkin masyarakat Solo saat ini hanya bisa mensyukuri betapa Allah memberikan nikmat yan tiada terkira dibanding nasib saudara kita di Situ Gintung, yang harus kehilangan kerabat dan sanak saudara… Betapa lebih menderitanya saudara-saudara kita di Situ Gintung akibat murkanya alam, yang mungkin selama ini kita kurang peduli dan menghargai keberadaannya…Untuk itulah selayaknya bagi kita merefleksi diri bagaimana selama ini kita sangat tidak menghargai alam sekitar kita.

Betapa selama ini kita tidak mensyukuri apa yang telah diberikan Alloh kepada kita, dan lebih banyak menyesali apa yang belum kita dapatkan, dan mengabaikan nikmat yang kita rasakan… Dan mungkin kita layak memberi apresiasi dari pernyataan Kak Seto (Pemerhati anak) dalam tayangan infotainment, meski beliau sendiri merupakan korban keganasan Situ Gintung, namun masih memikirkan nasib orang lain, karena bentuk rasa syukurnya atas kenikmatan berupa keselamatan yang diberikan Alloh kepada keluarganya. Mudah-mudahan musibah demi musibah yang menimpa negeri ini semakin mendekatkan diri kita kepadaNya, lebih mensyukuri nikmatNya, peduli dan care terhadap ciptaan-ciptaanNya, dan kita lebih berempati kepada sesama. Semoga saudara-saudara di Situ Gintung sabar dan tabah menerima ujian ini. Amin.

2 komentar:

Wong Bingungan mengatakan...

Walah, jam 10.30 WIB listrike jik padam, ya rapopo ta mbah kan jik ana sengenge. Makasih dah jenguk duluan. Menjawab komenge mbah Atik di blogku:
1. Apakah memang benar KBM kita disenangi siswa? Sudahkah kita cek? dengan angket misalkan, dimana kekurangan kita, nah dg gitu gambaran guru di mata siswa akan nampak lebih jelas.
2. Jika memang faktornya dari siswa, mungkin karena motivasinya misalkan, apa perlu ngundang motivator?
3. Mbah Atik bukan kurang cute, tapi kurang lucu yake :roll :D
Wordpressnya diaktifke ta mbah, semua yg di BS bisa di import kok gak usah nulis lagi. Mks

Mulyati mengatakan...

Jam 10.30 bengi dik... tak ralat ki..
Makasih advis-advisnya ya... Arep neng WP kok sik eman ki. Masalahe rung familier mungkin yo..